Minggu, 06 September 2009
Nanoteknologi harapan baru pacu daya saing
Para pendekar iptek kembali meramalkan bahwa dalam periode yang sangat singkat-dengan hitungan beberapa tahun ke depan-diyakini akan terjadi revolusi industri kelima yang berdampak luar biasa sebagaimana empat revolusi industri yang terjadi dua abad silam.
Kalangan ilmuwan brilian itu seakan-akan ber-hujjah bahwa revolusi kelima segera tercetus dari rahim nanoteknologi yang baru solid terbentuk pada awal milenium kedua.
"Nanoteknologi diyakini sebagai sebuah konsep teknologi yang akan melahirkan revolusi industri baru di abad ke-21. Beberapa cabang ilmu terapan dan medis mengadopsi nanoteknologi dan nanosains menjadi fondasi utamanya," kata Nurul Taufiqu Rochman Ketua Masyarakat Nanoteknologi Indonesia (MNI), kepada Bisnis.
Nanosains adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari fenomena atau sifat-sifat suatu objek atau material dalam skala nanometer (1 nm = 1/1.000 �m = 1/1.000.000 mm = 1/ 1.000.000.000 m). Bisa dipahami bahwa 1 per 1.000.000.000 meter adalah sebuah ukuran yang sangat kecil.
Mula-mula, tubuh kita berada di dunia berskala meter (m). Kemudian, bagian tubuh manusia yang berskala 1 per 1000 atau milimeter (mm) adalah tahi lalat. Selanjutnya, yang berskala 1 per 1000 dari itu atau mikrometer (�m) adalah diameter rambut, sel tubuh atau sel darah merah.
Nanometer (nm) adalah besaran 1 per 1000 dari �m, seperti lebar DNA (deoxyribonucleic acid) yang skalanya berkisar 2 nm. Apabila nanometer dibagi lagi menjadi 1 persepuluhnya, akan sampai pada besaran atom (0.1 nm=1� (Angstrom)).
Perbandingan antara 1 meter dengan 1 nanometer adalah seperti halnya perbandingan antara bola bumi dengan bola pingpong. "Dari kenyataan ini, dapat dikatakan manusia secara perlahan-lahan tengah mendapatkan teknologi yang sulit dibayangkan," terang Nurul. Sebagai contoh, perkembangan nanoteknologi dalam dunia komputer telah mengubah tidak hanya ukuran komputer semakin ringkas, namun juga peningkatan kemampuan dan kapasitas yang luar biasa, sehingga memungkinkan penyelesaian program-program raksasa dalam waktu singkat.
Adapun nanobaja mampu menghasilkan baja yang berstruktur halus (mencapai beberapa puluh nm) dan memiliki kekuatan dan umur 2 kali lipat. Teknologi nanobaja, lanjut Nurul, sangat sederhana dan tidak memerlukan peralatan tertentu untuk pembuatannya.
"Ke depan, industri yang tidak menerapkan nanoteknologi tidak akan mampu ikut dalam persaingan global," timpal Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Depperin Dedi Mulyadi.
Oleh karenanya, berbagai negara di dunia, terutama negara-negara maju, berusaha keras melakukan berbagai strategi penguasaan dan pengembangan nanoteknologi. Strategi pengembangan nanoteknologi pada masing-masing negara tersebut, kata Dedi, umumnya mengacu pada kompetensi negaranya.
Di Indonesia
Pengembangan nanoteknologi di Indonesia boleh dikatakan masih sangat prematur. Kondisi ini, kata Dedi, tidak jauh berbeda dengan negara-negara Asean lainnya.
Kendati demikian, kegagalan dalam mengembangkan produk berbasis nanoteknologi pada lima tahun ke depan, berpotensi menyebabkan pasar domestik hanya menjadi pasar bagi produk nanoteknologi impor sehingga Indonesia diperkirakan kehilangan nilai tambah sekitar Rp10 triliun per tahun.
Berdasarkan perkiraan MNI, Indonesia membutuhkan dana sedikitnya Rp4 triliun dalam 10 tahun mendatang untuk memacu pengembangan riset nanoteknologi guna memperbaiki struktur daya saing produk manufaktur nasional di kancah global.
Indonesia, timpal Nurul, memiliki keunggulan komparatif berupa kekayaan sumber daya alam misalkan mineral pasir besi, kuarsa, tembaga, emas yang dapat digunakan sebagai basis teknologi nanomaterial.
Oleh karena itu, pengembangan nanoteknologi harus diarahkan untuk mengelolah dan memberikan nilai tambah secara signifikan bagi sumber daya alam Indonesia guna meningkatkan daya saing bangsa. (yusuf.waluyo@bisnis.co.id)- 16 September 2008
Sumber :
Yusuf Waluyo Jati
http://web.bisnis.com/artikel/2id1533.html
6 September 2009
Sumber Gambar:
http://www.directionsmag.com/images/articles/nano_tech/nano0.gif
Memanfaatkan Nanoteknologi untuk Mengobati Penyakit
MUNGKINKAH seseorang menahan napas selama empat jam sambil duduk santai di dasar kolam renang? Atau, berlari cepat selama 15 menit tanpa perlu bernapas? Menjadi manusia "adikodrati" semacam itu sekarang dimungkinkan berkat adanya Respirocyte, sebuah nanorobot ciptaan Robert A Freitas, pakar nanoteknologi dari AS. Nanoteknogi adalah teknologi yang bekerja dalam skala sepermiliar meter.
Respirocyte yang berdiameter 1 mikron itu mengapung sepanjang aliran darah. Robot berbentuk spiral itu terbuat dari 18 juta atom, sebagian besar berupa atom karbon dengan formasi berlian. Tugas Respirocytes meniru cara kerja pengisian sel darah merah secara alamiah ke dalam hemoglobin. Sebagai pompa mini, nanorobot mampu memompa lebih dari 9 miliar molekul oksigen dan karbon dioksida. Hal itu setara dengan mengantar 236 kali lebih banyak oksigen daripada yang dilakukan sel darah merah.
Bentuk molekulnya yang mirip berlian memungkinkan Respirocyte bekerja dengan tekanan hingga 1.000 atmosfer (atm). Padahal, sel darah merah bekerja hanya pada tekanan 0,51 atm dan disalurkan ke jaringan sebesar 0,13 atm saja, sehingga injeksi 5 sentimeter kubik cairan suspensi akan mampu memindahkan semua oksigen dan karbon dioksida yang ada dalam 5.400 sentimeter kubik darah dalam tubuh. Itu sebabnya seseorang mampu menahan napas lebih lama tanpa takut kehilangan oksigen.
Kehebatan nanoteknologi tak berhenti di situ saja. Mengatasi bahkan mengobati penyakit pun bisa dilakukan nanoteknologi. Penderita hipertensi, misalnya, kini tak perlu lagi disuntik atau mengonsumsi obat, cukup hanya disemprot saja ke bagian tubuh tertentu.
Hal itu menjadi kenyataan setelah sejumlah profesor dari Universitas Tsinghua dan Universitas Beijing, RRC, melakukan riset bertahun-tahun untuk menggabungkan pengobatan tradisional Cina dengan teknologi modern berupa bioteknologi dan nanoteknologi.
Hasilnya, ternyata bahan baku alami obat tradisional Cina dapat diperkecil hingga ke ukuran nano, sehingga dapat dengan mudah masuk ke dalam tubuh, menstabilkan tubuh pada fungsi hati, melancarkan aliran darah, meningkatkan peredaran darah, melarutkan darah yang mengental dan menggumpal, mengurangi daya hambat pembuluh darah, sehingga tekanan darah dapat diturunkan ke tingkat normal pada penderita hipertensi.
Bentuk akhirnya berupa cairan semprot yang dinamakan Sunny Wen Ya Yi. "Nanoteknologi hanya memperkecil ukurannya tanpa mengubah fungsi obatnya," kata Handi William, Operational Director PT Cahaya Bioteknologi Farmasi, produsen produk baru tersebut.
Tidak mengherankan kalau perusahaan itu, selama Pekan Raya Jakarta (PRJ) berlangsung hingga 18 Juli nanti, mengundang pengunjung untuk mendapatkan pelayanan kesehatan berupa tes tekanan darah dan konsultasi kesehatan gratis. Bagi pengunjung yang menderita tekanan darah tinggi akan diberikan penyemprotan gratis cairan somprot itu untuk menurunkan tekanan darahnya. Tak kurang 20 juru rawat dan 5 dokter dibantu sekitar 35 tenaga promosi terjun dalam pelayanan kesehatan tersebut.
Caranya sederhana saja. Mula-mula pengunjung dites tekanan darahnya dengan tensimeter digital. Bila ternyata tekanan darahnya di atas ambang normal (90/140 mmHg), pengunjung akan dipersilakan ke bilik bersama petugas yang tepat untuk disemprot bagian dalam lengan, sekeliling pusar, dan bagian dalam paha. Setelah itu, pengunjung akan diminta melakukan tes ulang tekanan darah setelah 20-30 menit.
Kebanyakan pengunjung terheran-heran ketika mengetahui tekanan darahnya menurun drastis dan bahkan kembali normal dalam waktu singkat. Semua karena partikel obat yang berukuran lebih kecil daripada atom dapat langsung menembus kulit dan langsung menembus ke pembuluh kapiler darah. Setelah memasuki sirkulasi darah dan sampai pada pembuluh darah, cairan semprot itu menghasilkan efek farmakodinamika, sehingga akhirnya dapat menstabilkan tekanan darah penderita.
Meski merupakan produk baru, cairan semprot itu memiliki harga cukup terjangkau, yakni Rp 128 ribu per botol ukuran 50 ml, lengkap dengan buku pedoman yang tebal. Sebotol dapat digunakan untuk sebulan pemakaian.
Tanpa Keluhan
Hipertensi sering disebut "pembunuh diam-diam" karena sebagian besar pasien hipertensi tanpa mengalami keluhan apa pun selama bertahun-tahun. Sakit kepala, pening, baru terasakan bila tekanan darah sudah menjadi amat tinggi. Gejala lain yang dapat timbul, antara lain keringat berlebihan, kram otot, rasa lemas, sering kencing, dan jantung berdebar.
Hipertensi bisa dipicu oleh konsumsi makanan yang mengandung lemak. Karena makanan tersebut banyak disukai orang, tak heran jika hipertensi memiliki peluang berjangkit pada semua orang.
Pada umumnya prevalensi hipertensi berkisar antara 1,8 - 28,6 persen penduduk yang berusia di atas 20 tahun. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat 15 persen golongan kulit putih dewasa dan 25-30 persen golongan kulit hitam adalah penderita hipertensi.
Menurut WHO, batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg, dan dikatakan darah tinggi/hipertensi jika tekanan darah sama atau di atas 160/95 mmHg. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu hipetensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, yang merupakan kelompok terbanyak yakni 90 persen. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal sebanyak 10 persen.
Pada umumnya komplikasi terjadi pada hipertensi berat, yaitu apabila tekanan diastolik sama atau lebih dari 130 mmHg, atau kenaikan tekanan darah yang mendadak tinggi. Komplikasi serebrovaskular dan komplikasi jantung sering ditemukan di samping adanya komplikasi pada organ-organ sasaran utamanya, yaitu jantung, ginjal, mata, dan susunan saraf pusat. Pada jantung menyebabkan gagal jantung, pada ginjal menyebabkan gagal ginjal, pada mata menyebabkan retinopati, dan pada susunan saraf pusat menyebabkan stroke. Meski secara umum dianjurkan tekanan berada di bawah 140/90, tetapi pada penderita penyakit ginjal karena diabetes dianjurkan agar tekanan darahnya berada pada kisaran 125-130/75-80.
Modifikasi gaya hidup merupakan cara teraman dan termurah dalam mengatasi hipertensi, antara lain dengan menurunkan berat badan bila berlebih (indeks massa tubuh > 27), membatasi konsumsi alkohol, meningkatkan aktivitas fisik aerobik (30-45 menit/hari), mengurangi asupan garam ( menjadi hanya 6 gram perhari), mempertahankan asupan kalium (90 mmol/hari), mempertahankan asupan kalsium dan magnesium, berhenti merokok, dan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan.
Walaupun penyakit hipertensi tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikendalikan melalui modifikasi maupun gaya hidup serta atau tanpa pengobatan. Karena itu, penting bagi penderitanya untuk memeriksakan diri dan melaksanakan pengobatan secara teratur, dan yang terpenting bagi yang belum menderita adalah dengan pencegahan sedini mungkin melalui gaya hidup yang sehat. - 7 Juli 2004
Sumber :
Ari Satriyo Wibowo
http://www.suarapembaruan.com/News/2004/07/07/Utama/ut05.htm
6 September 2009
Respirocyte yang berdiameter 1 mikron itu mengapung sepanjang aliran darah. Robot berbentuk spiral itu terbuat dari 18 juta atom, sebagian besar berupa atom karbon dengan formasi berlian. Tugas Respirocytes meniru cara kerja pengisian sel darah merah secara alamiah ke dalam hemoglobin. Sebagai pompa mini, nanorobot mampu memompa lebih dari 9 miliar molekul oksigen dan karbon dioksida. Hal itu setara dengan mengantar 236 kali lebih banyak oksigen daripada yang dilakukan sel darah merah.
Bentuk molekulnya yang mirip berlian memungkinkan Respirocyte bekerja dengan tekanan hingga 1.000 atmosfer (atm). Padahal, sel darah merah bekerja hanya pada tekanan 0,51 atm dan disalurkan ke jaringan sebesar 0,13 atm saja, sehingga injeksi 5 sentimeter kubik cairan suspensi akan mampu memindahkan semua oksigen dan karbon dioksida yang ada dalam 5.400 sentimeter kubik darah dalam tubuh. Itu sebabnya seseorang mampu menahan napas lebih lama tanpa takut kehilangan oksigen.
Kehebatan nanoteknologi tak berhenti di situ saja. Mengatasi bahkan mengobati penyakit pun bisa dilakukan nanoteknologi. Penderita hipertensi, misalnya, kini tak perlu lagi disuntik atau mengonsumsi obat, cukup hanya disemprot saja ke bagian tubuh tertentu.
Hal itu menjadi kenyataan setelah sejumlah profesor dari Universitas Tsinghua dan Universitas Beijing, RRC, melakukan riset bertahun-tahun untuk menggabungkan pengobatan tradisional Cina dengan teknologi modern berupa bioteknologi dan nanoteknologi.
Hasilnya, ternyata bahan baku alami obat tradisional Cina dapat diperkecil hingga ke ukuran nano, sehingga dapat dengan mudah masuk ke dalam tubuh, menstabilkan tubuh pada fungsi hati, melancarkan aliran darah, meningkatkan peredaran darah, melarutkan darah yang mengental dan menggumpal, mengurangi daya hambat pembuluh darah, sehingga tekanan darah dapat diturunkan ke tingkat normal pada penderita hipertensi.
Bentuk akhirnya berupa cairan semprot yang dinamakan Sunny Wen Ya Yi. "Nanoteknologi hanya memperkecil ukurannya tanpa mengubah fungsi obatnya," kata Handi William, Operational Director PT Cahaya Bioteknologi Farmasi, produsen produk baru tersebut.
Tidak mengherankan kalau perusahaan itu, selama Pekan Raya Jakarta (PRJ) berlangsung hingga 18 Juli nanti, mengundang pengunjung untuk mendapatkan pelayanan kesehatan berupa tes tekanan darah dan konsultasi kesehatan gratis. Bagi pengunjung yang menderita tekanan darah tinggi akan diberikan penyemprotan gratis cairan somprot itu untuk menurunkan tekanan darahnya. Tak kurang 20 juru rawat dan 5 dokter dibantu sekitar 35 tenaga promosi terjun dalam pelayanan kesehatan tersebut.
Caranya sederhana saja. Mula-mula pengunjung dites tekanan darahnya dengan tensimeter digital. Bila ternyata tekanan darahnya di atas ambang normal (90/140 mmHg), pengunjung akan dipersilakan ke bilik bersama petugas yang tepat untuk disemprot bagian dalam lengan, sekeliling pusar, dan bagian dalam paha. Setelah itu, pengunjung akan diminta melakukan tes ulang tekanan darah setelah 20-30 menit.
Kebanyakan pengunjung terheran-heran ketika mengetahui tekanan darahnya menurun drastis dan bahkan kembali normal dalam waktu singkat. Semua karena partikel obat yang berukuran lebih kecil daripada atom dapat langsung menembus kulit dan langsung menembus ke pembuluh kapiler darah. Setelah memasuki sirkulasi darah dan sampai pada pembuluh darah, cairan semprot itu menghasilkan efek farmakodinamika, sehingga akhirnya dapat menstabilkan tekanan darah penderita.
Meski merupakan produk baru, cairan semprot itu memiliki harga cukup terjangkau, yakni Rp 128 ribu per botol ukuran 50 ml, lengkap dengan buku pedoman yang tebal. Sebotol dapat digunakan untuk sebulan pemakaian.
Tanpa Keluhan
Hipertensi sering disebut "pembunuh diam-diam" karena sebagian besar pasien hipertensi tanpa mengalami keluhan apa pun selama bertahun-tahun. Sakit kepala, pening, baru terasakan bila tekanan darah sudah menjadi amat tinggi. Gejala lain yang dapat timbul, antara lain keringat berlebihan, kram otot, rasa lemas, sering kencing, dan jantung berdebar.
Hipertensi bisa dipicu oleh konsumsi makanan yang mengandung lemak. Karena makanan tersebut banyak disukai orang, tak heran jika hipertensi memiliki peluang berjangkit pada semua orang.
Pada umumnya prevalensi hipertensi berkisar antara 1,8 - 28,6 persen penduduk yang berusia di atas 20 tahun. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat 15 persen golongan kulit putih dewasa dan 25-30 persen golongan kulit hitam adalah penderita hipertensi.
Menurut WHO, batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg, dan dikatakan darah tinggi/hipertensi jika tekanan darah sama atau di atas 160/95 mmHg. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu hipetensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, yang merupakan kelompok terbanyak yakni 90 persen. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal sebanyak 10 persen.
Pada umumnya komplikasi terjadi pada hipertensi berat, yaitu apabila tekanan diastolik sama atau lebih dari 130 mmHg, atau kenaikan tekanan darah yang mendadak tinggi. Komplikasi serebrovaskular dan komplikasi jantung sering ditemukan di samping adanya komplikasi pada organ-organ sasaran utamanya, yaitu jantung, ginjal, mata, dan susunan saraf pusat. Pada jantung menyebabkan gagal jantung, pada ginjal menyebabkan gagal ginjal, pada mata menyebabkan retinopati, dan pada susunan saraf pusat menyebabkan stroke. Meski secara umum dianjurkan tekanan berada di bawah 140/90, tetapi pada penderita penyakit ginjal karena diabetes dianjurkan agar tekanan darahnya berada pada kisaran 125-130/75-80.
Modifikasi gaya hidup merupakan cara teraman dan termurah dalam mengatasi hipertensi, antara lain dengan menurunkan berat badan bila berlebih (indeks massa tubuh > 27), membatasi konsumsi alkohol, meningkatkan aktivitas fisik aerobik (30-45 menit/hari), mengurangi asupan garam ( menjadi hanya 6 gram perhari), mempertahankan asupan kalium (90 mmol/hari), mempertahankan asupan kalsium dan magnesium, berhenti merokok, dan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan.
Walaupun penyakit hipertensi tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikendalikan melalui modifikasi maupun gaya hidup serta atau tanpa pengobatan. Karena itu, penting bagi penderitanya untuk memeriksakan diri dan melaksanakan pengobatan secara teratur, dan yang terpenting bagi yang belum menderita adalah dengan pencegahan sedini mungkin melalui gaya hidup yang sehat. - 7 Juli 2004
Sumber :
Ari Satriyo Wibowo
http://www.suarapembaruan.com/News/2004/07/07/Utama/ut05.htm
6 September 2009
LIPI Menemukan Terobosan dalam Bidang Nanoteknologi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI mematenkan alat pembentuk nanopartikel, suatu temuan teknologi pembentuk partikel ukuran nanometer atau berukuran satu per satu miliar meter. Temuan ini menjadi terobosan penting dalam mencapai kemajuan di bidang industri dan lingkungan.
Dengan terobosan penting di bidang nanoteknologi itu, di antaranya dapat dicapai kemajuan di bidang teknologi transportasi berbahan bakar partikel hidrogen dan oksigen. Kedua partikel itu mudah diperoleh dari air, sedangkan limbah yang dihasilkan dari pembentukan energinya berupa air pula yang ramah lingkungan.
"Alat pembentuk nanopartikel dapat digunakan pula untuk bahan mineral, logam, keramik, obat-obatan, dan sebagainya. Pada dasarnya, dengan kemampuan mengetahui karakter nanopartikel, masing-masing bidang dapat diarahkan untuk mencapai kemajuan teknologi yang lebih efisien, hemat, dan ramah lingkungan," kata Ketua Masyarakat Nanoteknologi Indonesia Nurul Taufiqu Rochman, pada Simposium Nanoteknologi dan Katalis Internasional di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong, Tangerang, Kamis (14/6).
Nurul mencontohkan hasil penelitian nanopartikel baja yang sedang ditekuninya. Dari hasil penelitiannya itu, nanopartikel baja diarahkan untuk membentuk materi baja yang lebih ringan dan hemat. Tetapi, kualitas baja itu tidak berkurang, bahkan partikel nano dalam baja mampu menambah kekuatannya.
"Penelitian nanopartikel baja ini dapat mengurangi bobot mobil mencapai 30 persen, tanpa mengurangi kekuatannya. Begitu pula, pengurangan bobot baja tanpa mengurangi kekuatannya sangat bermanfaat seperti pada pengembangan konstruksi-konstruksi bangunan yang terus berkembang saat ini," kata Nurul.
Kepala Bidang Nanokimia Masyarakat Nanoteknologi Indonesia Enya Dewi mengatakan, nanoteknologi sangat bermanfaat untuk pengembangan teknologi masa depan yang mampu menunjang kelestarian lingkungan.
Di bidang nanokimia, Enya salah satunya sedang menekuni pemanfaatan persenyawaan hidrogen dan oksigen yang membentuk air.
Pada proses persenyawaan antara hidrogen dengan oksigen itu dapat dihasilkan energi. Energi itu dapat dialihkan menjadi energi gerak yang bermanfaat dalam pengembangan teknologi transportasi.
"Nanoteknologi di bidang nanokimia memiliki kontribusi penting dalam pengembangan energi yang ramah lingkungan," kata Enya.
Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman, dalam sambutan pembukaan simposium yang dibacakan Deputi Bidang Perkembangan Riset Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bambang Sapto Pratomosunu, mengatakan, nanoteknologi merupkan suatu paradigma baru dalam pengembangan teknologi yang akan terus berkembang pesat pada masa mendatang.
"Perkembangan teknologi handphone (telepon genggam), laptop, media penyimpan data berkapasitas tinggi, serta piranti elektronik lainnya, tak dapat disangkal merupakan contoh nyata kontribusi nanoteknologi," kata Kusmayanto.
Berbagai produk nanoteknologi lain, dijelaskan Kusmayanto, diantaranya temuan sel saraf tiruan yang dapat menggantikan sel saraf manusia yang rusak. Produk nanoteknologi itu merupakan pengembangan transistor nanotube untuk penguatan sinyal. (NAW)
Sumber :
Kompas Cybermedia, 15 Juni 2007
6 September 2009
Dengan terobosan penting di bidang nanoteknologi itu, di antaranya dapat dicapai kemajuan di bidang teknologi transportasi berbahan bakar partikel hidrogen dan oksigen. Kedua partikel itu mudah diperoleh dari air, sedangkan limbah yang dihasilkan dari pembentukan energinya berupa air pula yang ramah lingkungan.
"Alat pembentuk nanopartikel dapat digunakan pula untuk bahan mineral, logam, keramik, obat-obatan, dan sebagainya. Pada dasarnya, dengan kemampuan mengetahui karakter nanopartikel, masing-masing bidang dapat diarahkan untuk mencapai kemajuan teknologi yang lebih efisien, hemat, dan ramah lingkungan," kata Ketua Masyarakat Nanoteknologi Indonesia Nurul Taufiqu Rochman, pada Simposium Nanoteknologi dan Katalis Internasional di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong, Tangerang, Kamis (14/6).
Nurul mencontohkan hasil penelitian nanopartikel baja yang sedang ditekuninya. Dari hasil penelitiannya itu, nanopartikel baja diarahkan untuk membentuk materi baja yang lebih ringan dan hemat. Tetapi, kualitas baja itu tidak berkurang, bahkan partikel nano dalam baja mampu menambah kekuatannya.
"Penelitian nanopartikel baja ini dapat mengurangi bobot mobil mencapai 30 persen, tanpa mengurangi kekuatannya. Begitu pula, pengurangan bobot baja tanpa mengurangi kekuatannya sangat bermanfaat seperti pada pengembangan konstruksi-konstruksi bangunan yang terus berkembang saat ini," kata Nurul.
Kepala Bidang Nanokimia Masyarakat Nanoteknologi Indonesia Enya Dewi mengatakan, nanoteknologi sangat bermanfaat untuk pengembangan teknologi masa depan yang mampu menunjang kelestarian lingkungan.
Di bidang nanokimia, Enya salah satunya sedang menekuni pemanfaatan persenyawaan hidrogen dan oksigen yang membentuk air.
Pada proses persenyawaan antara hidrogen dengan oksigen itu dapat dihasilkan energi. Energi itu dapat dialihkan menjadi energi gerak yang bermanfaat dalam pengembangan teknologi transportasi.
"Nanoteknologi di bidang nanokimia memiliki kontribusi penting dalam pengembangan energi yang ramah lingkungan," kata Enya.
Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman, dalam sambutan pembukaan simposium yang dibacakan Deputi Bidang Perkembangan Riset Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bambang Sapto Pratomosunu, mengatakan, nanoteknologi merupkan suatu paradigma baru dalam pengembangan teknologi yang akan terus berkembang pesat pada masa mendatang.
"Perkembangan teknologi handphone (telepon genggam), laptop, media penyimpan data berkapasitas tinggi, serta piranti elektronik lainnya, tak dapat disangkal merupakan contoh nyata kontribusi nanoteknologi," kata Kusmayanto.
Berbagai produk nanoteknologi lain, dijelaskan Kusmayanto, diantaranya temuan sel saraf tiruan yang dapat menggantikan sel saraf manusia yang rusak. Produk nanoteknologi itu merupakan pengembangan transistor nanotube untuk penguatan sinyal. (NAW)
Sumber :
Kompas Cybermedia, 15 Juni 2007
6 September 2009
Rahasia di Balik Nanoteknologi
Nanoteknologi telah dianggap sebagai ilmu pengetahuan baru di masa mendatang, dengan inovasi terbaru menggunakan partikel mikro yang dapat digunakan untuk menghilangkan kerut wajah, memperkokoh botol kemasan, dan membersihkan pakaian tanpa air.
Studi awal juga meng-indikasikan beberapa dari partikel-partikel tersebut, yang dipergunakan dalam teknik mesin terbaru, dapat mengakibatkan kanker.
“Kita harus mengetahui bahwa akan ada kesalahan, dan akan ada bahaya,” kata Professor Harry Kroto, yang memenangkan penghargaan Nobel di bidang kimia tahun 1996 atas penemuan nanopartikel yang dinamakan Buckminsterfullerene. “Di samping itu, ada kemungkinan penggunaan nanoteknologi ini akan semakin melimpah. Bagi saya, ini merupakan ilmu pengetahuan di abad 21.”
Nanoteknologi adalah teknologi yang menggunakan skala nanometer, atau sepersemilyar meter, merupakan teknologi berbasis pengelolaan materi berukuran nano atau satu per miliar meter, dan merupakan lompatan teknologi untuk mengubah dunia materi menjadi jauh lebih berharga dari sebelumnya.
Dengan menciptakan zat hingga berukuran satu per miliar meter (nanometer), sifat dan fungsi zat tersebut bisa diubah sesuai dengan yang diinginkan. Sehelai rambut manusia, secara kasarnya memiliki diameter 80.000 nanometer. Itu berarti ukurannya bisa mencapai 100.000 kali lebih kecil dari diameter sehelai rambut manusia.
Seluruh benda yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari tersusun dari atom-atom berukuran nano. Para ilmuwan mengatakan bekerja dengan partikel-partikel ini dapat memberi harapan untuk membangun mesin miniatur atom demi atom, sama seperti setiap mahkluk hidup juga tersusun dari atom.
Beberapa ilmuwan sudah menerapkan nanoteknologi untuk menambah partikel-partikel perak mini, yang diketahui sebagai sebuah anti bakteri, pada pisau cukur, wadah penyimpanan makanan, dan kaus kaki anti debu.
Pengaruh Manusia
Masalahnya adalah bahwa partikel-partikel ini dapat membahayakan tubuh manusia, dan ilmuwan membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum mereka benar-benar dapat memahami efek yang dihasilkan dari penggunaan nanoteknologi ini. Partikel nano sangat kecil sehingga dapat masuk melalui sebuah membran sel tanpa diketahui namun dapat membawa cukup besar materi asing di antara untaian DNA.
Tidak ada studi kesehatan jangka panjang terhadap masalah ini, namun para peneliti telah mengamati kanker otak pada ikan yang mencernakan sejumlah kecil partikel karbon nano. Tikus yang menghirup karbon nanotube memiliki masalah pada paru-parunya.
“Tidak perlu risau memikirkan hal-hal ini akan membahayakan,” kata John Balbus, kepala ilmuwan kesehatan di Enviromental Defense, sebuah lembaga kebijakan umum. “Namun kita perlu berhati-hati pada kemampuan partikel nano yang dapat masuk ke dalam tubuh di mana partikel-partikel kimia lainnya tidak memiliki kemampuan tersebut.”
Administrasi Makanan dan Obat-obatan bulan Juli lalu mengumumkan bahwa obat-obatan, kosmetik, dan produk kemasan lain yang menggunakan nanoteknologi tidak membutuhkan peraturan atau label khusus karena dikatakan tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan resiko keselamatan pada penggunaan nanoteknologi. Sebagai tambahan, alat pembentuk nanopartikel dapat digunakan pula untuk bahan mineral, logam, keramik, obat-obatan, dan sebagainya.
Tahun ini, perusahaan alat-alat DuPont setuju dengan sebuah sistem yang dikembangkan oleh lembaga Enviromental Defense, untuk mengevaluasi apakah akan terlibat dalam proyek-proyek pengembangan partikel nano.
Terry Medley dari perusahaan Dupont yang mengepalai proyek ini, menjelaskan langkah-langkah ini sebagai “tidak hanya masuk akal, namun juga bisnis yang positif.” - 10 Januari 2008
Sumber :
http://www.matabumi.com/news/rahasia-di-balik-nanoteknologi
6 September 2009
Studi awal juga meng-indikasikan beberapa dari partikel-partikel tersebut, yang dipergunakan dalam teknik mesin terbaru, dapat mengakibatkan kanker.
“Kita harus mengetahui bahwa akan ada kesalahan, dan akan ada bahaya,” kata Professor Harry Kroto, yang memenangkan penghargaan Nobel di bidang kimia tahun 1996 atas penemuan nanopartikel yang dinamakan Buckminsterfullerene. “Di samping itu, ada kemungkinan penggunaan nanoteknologi ini akan semakin melimpah. Bagi saya, ini merupakan ilmu pengetahuan di abad 21.”
Nanoteknologi adalah teknologi yang menggunakan skala nanometer, atau sepersemilyar meter, merupakan teknologi berbasis pengelolaan materi berukuran nano atau satu per miliar meter, dan merupakan lompatan teknologi untuk mengubah dunia materi menjadi jauh lebih berharga dari sebelumnya.
Dengan menciptakan zat hingga berukuran satu per miliar meter (nanometer), sifat dan fungsi zat tersebut bisa diubah sesuai dengan yang diinginkan. Sehelai rambut manusia, secara kasarnya memiliki diameter 80.000 nanometer. Itu berarti ukurannya bisa mencapai 100.000 kali lebih kecil dari diameter sehelai rambut manusia.
Seluruh benda yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari tersusun dari atom-atom berukuran nano. Para ilmuwan mengatakan bekerja dengan partikel-partikel ini dapat memberi harapan untuk membangun mesin miniatur atom demi atom, sama seperti setiap mahkluk hidup juga tersusun dari atom.
Beberapa ilmuwan sudah menerapkan nanoteknologi untuk menambah partikel-partikel perak mini, yang diketahui sebagai sebuah anti bakteri, pada pisau cukur, wadah penyimpanan makanan, dan kaus kaki anti debu.
Pengaruh Manusia
Masalahnya adalah bahwa partikel-partikel ini dapat membahayakan tubuh manusia, dan ilmuwan membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum mereka benar-benar dapat memahami efek yang dihasilkan dari penggunaan nanoteknologi ini. Partikel nano sangat kecil sehingga dapat masuk melalui sebuah membran sel tanpa diketahui namun dapat membawa cukup besar materi asing di antara untaian DNA.
Tidak ada studi kesehatan jangka panjang terhadap masalah ini, namun para peneliti telah mengamati kanker otak pada ikan yang mencernakan sejumlah kecil partikel karbon nano. Tikus yang menghirup karbon nanotube memiliki masalah pada paru-parunya.
“Tidak perlu risau memikirkan hal-hal ini akan membahayakan,” kata John Balbus, kepala ilmuwan kesehatan di Enviromental Defense, sebuah lembaga kebijakan umum. “Namun kita perlu berhati-hati pada kemampuan partikel nano yang dapat masuk ke dalam tubuh di mana partikel-partikel kimia lainnya tidak memiliki kemampuan tersebut.”
Administrasi Makanan dan Obat-obatan bulan Juli lalu mengumumkan bahwa obat-obatan, kosmetik, dan produk kemasan lain yang menggunakan nanoteknologi tidak membutuhkan peraturan atau label khusus karena dikatakan tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan resiko keselamatan pada penggunaan nanoteknologi. Sebagai tambahan, alat pembentuk nanopartikel dapat digunakan pula untuk bahan mineral, logam, keramik, obat-obatan, dan sebagainya.
Tahun ini, perusahaan alat-alat DuPont setuju dengan sebuah sistem yang dikembangkan oleh lembaga Enviromental Defense, untuk mengevaluasi apakah akan terlibat dalam proyek-proyek pengembangan partikel nano.
Terry Medley dari perusahaan Dupont yang mengepalai proyek ini, menjelaskan langkah-langkah ini sebagai “tidak hanya masuk akal, namun juga bisnis yang positif.” - 10 Januari 2008
Sumber :
http://www.matabumi.com/news/rahasia-di-balik-nanoteknologi
6 September 2009
Makanan dengan Proses Nanoteknologi Menyehatkan ?
Makanan sehat dan bergizi yang mampu diserap dengan baik oleh tubuh, ternyata jauh lebih baik jika makanan tersebut diproduksi dengan menggunakan nanoteknologi.
"Masalahnya, saya selalu dihadapi adalah orang-orang yang tidak mengerti apa yang bisa dilakukan dengan nanoteknologi dan makanan," kata Frans Kampers, salah satu paneliti asal Asosiasi Amerika untuk kemajuan Ilmu Pengetahuan, seperti yang dikutip China Daily, Selasa (17/2/2009).
"Saat ini orang masih takut memakan makanan yang dihasilkan dari nanoteknologi. Mereka berpikir, makanan tersebut mengandung efek yang buruk," imbuhnya.
Oleh ilmuwan asal Belanda, nanoteknologi menjanjikan teknik yang dapat membawa bahan gizi yang sehat untuk membawa tubuh lebih efisien dalam menyerap kandungan nutrisi dalam makanan, sehingga tidak ada vitamin baik di dalam makanan, yang terbuang percuma.
Para peneliti tersebut, tengah berusaha keras agar makanan yang dihasilkan dari nanoteknologi benar-benar bisa membawa dampak positif. Apalagi, ada beberapa peneliti yang meyakini kandungan logam, perak, dalam kemasannya dapat membahayakan. (okz)- 17 Februari 2009
Sumber :
http://www.suaramedia.com/gaya-hidup/kesehatan/4312-makanan-dengan-proses-nanoteknologi-menyehatkan.html
6 September 2009
"Masalahnya, saya selalu dihadapi adalah orang-orang yang tidak mengerti apa yang bisa dilakukan dengan nanoteknologi dan makanan," kata Frans Kampers, salah satu paneliti asal Asosiasi Amerika untuk kemajuan Ilmu Pengetahuan, seperti yang dikutip China Daily, Selasa (17/2/2009).
"Saat ini orang masih takut memakan makanan yang dihasilkan dari nanoteknologi. Mereka berpikir, makanan tersebut mengandung efek yang buruk," imbuhnya.
Oleh ilmuwan asal Belanda, nanoteknologi menjanjikan teknik yang dapat membawa bahan gizi yang sehat untuk membawa tubuh lebih efisien dalam menyerap kandungan nutrisi dalam makanan, sehingga tidak ada vitamin baik di dalam makanan, yang terbuang percuma.
Para peneliti tersebut, tengah berusaha keras agar makanan yang dihasilkan dari nanoteknologi benar-benar bisa membawa dampak positif. Apalagi, ada beberapa peneliti yang meyakini kandungan logam, perak, dalam kemasannya dapat membahayakan. (okz)- 17 Februari 2009
Sumber :
http://www.suaramedia.com/gaya-hidup/kesehatan/4312-makanan-dengan-proses-nanoteknologi-menyehatkan.html
6 September 2009
Nanoteknologi Ultrasonik Membuka Jalan Untuk Melakukan Analisis Sel Tunggal
Teknik nanoteknologi ultrasonik yang dikembangkan oleh para peneliti dari University of Nottingham memungkinkan para tenaga medis untuk melakukan diagnosa tingkat seluler untuk mendeteksi penyakit-penyakit berat. Teknologi tersebut mengaplikasikan ultrasonik untuk melihat ke dalam sel. Sebelumnya, ultrasonik biasa digunakan untuk sonogram atau alat deteksi janin. Komponen dari mesin yang baru ini akan ribuan kali lebih kecil dari mesin yang sebelumnya ada.
Skala pengukuran yang digunakan cukup kecil sehingga diagnosa sel tunggal dapat dilakukan pada tubuh manusia. Fungsi utamanya ditargetkan untuk lebih memahami struktur dan fungsi sel, serta mempercepat deteksi abnormalitas yang menyebabkan penyakit-penyakit kronik, seperti kanker.
Ultrasound itu sendiri merupakan gelombang suara yang frekuensinya terlalu tinggi untuk didengar oleh pendengaran manusia, biasanya lebih dari 20 kHz. Ultrasound medis menggunakan transduser elektrik seukuran kotak korek api untuk memproduksi gelombang suara dengan frekuensi yang 100-1000 kali lebih tinggi lagi untuk memperoleh gambaran seluruh tubuh.
Grup peneliti dari Nottingham berupaya untuk membuat versi yang lebih kecil lagi dari semua teknologi ultrasonik yang selama ini ada. Transduser yang digunakan akan berukuran sangat kecil hingga 500 buah alat tersebut bisa disusun selebar rambut manusia. Gelombang suara yang dihasilkan pun akan ribuan kali lebih tinggi, mencapai jangkauan GHz.
Tantangan dari proyek ini tentu saja berpusat pada masalah teknik pembuatan. Untuk memproduksi ultrasonik, dibutuhkan ultratransduser. Hal ini berarti membagi-bagi transduser seukuran kotak korek api menjadi ukuran nano. Selanjutnya, perlu dirancang kabel-kabel halus yang dapat menghubungkan alat mungil tersebut dengan sumber listrik. Masalah pelik ini dijawab dengan membuat sebuah teknologi alat optik untuk meradiasikan cahaya laser yang dapat menghasilkan ultrasonik.
Aplikasi teknologi baru ini tidak hanya terbatas pada dunia medis saja, tetapi ini akan mengubah penggunaan mikroskop atau alat detektor lainnya secara keseluruhan. Kini, kita dapat mengamati objek dengan resolusi yang lebih teliti dari mikroskop optik, bahkan hingga ke skala molekul. Selain itu, para pelaku industri dapat menggunakannya untuk mendeteksi kerusakan paling kecil yang mempengaruhi kualitas dan ketahanan material, serta menghindari kerusakan dan penurunan performa mesin.
Saat ini, nanoteknologi ultrasonik digunakan dalam industri pesawat terbang untuk mendeteksi retakan dan kerusakan lainnya yang tidak terlihat. Alat tersebut juga digunakan untuk meneliti metamaterial; komposit kompleks yang proses inspeksinya cukup rumit.
Di sisi lain, kemajuan nanoteknologi menuntut kemajuan yang sejalan dalam nanoteknik. Teori-teori dan aplikasi skala laboratorium nanoteknologi tidak akan ada gunanya tanpa diimbangi oleh penemuan alat baru yang memungkinkan teori tersebut untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, penting bagi para ilmuan dan ahli teknik untuk menciptakan kerjasama yang harmonis bagi masa depan nanoteknologi. - 19 Juni 2009
Sumber :
Rahmi Yusuf
http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/biokimia/nanoteknologi-ultrasonik-membuka-jalan-untuk-melakukan-analisis-sel-tunggal/
6 September 2009
Skala pengukuran yang digunakan cukup kecil sehingga diagnosa sel tunggal dapat dilakukan pada tubuh manusia. Fungsi utamanya ditargetkan untuk lebih memahami struktur dan fungsi sel, serta mempercepat deteksi abnormalitas yang menyebabkan penyakit-penyakit kronik, seperti kanker.
Ultrasound itu sendiri merupakan gelombang suara yang frekuensinya terlalu tinggi untuk didengar oleh pendengaran manusia, biasanya lebih dari 20 kHz. Ultrasound medis menggunakan transduser elektrik seukuran kotak korek api untuk memproduksi gelombang suara dengan frekuensi yang 100-1000 kali lebih tinggi lagi untuk memperoleh gambaran seluruh tubuh.
Grup peneliti dari Nottingham berupaya untuk membuat versi yang lebih kecil lagi dari semua teknologi ultrasonik yang selama ini ada. Transduser yang digunakan akan berukuran sangat kecil hingga 500 buah alat tersebut bisa disusun selebar rambut manusia. Gelombang suara yang dihasilkan pun akan ribuan kali lebih tinggi, mencapai jangkauan GHz.
Tantangan dari proyek ini tentu saja berpusat pada masalah teknik pembuatan. Untuk memproduksi ultrasonik, dibutuhkan ultratransduser. Hal ini berarti membagi-bagi transduser seukuran kotak korek api menjadi ukuran nano. Selanjutnya, perlu dirancang kabel-kabel halus yang dapat menghubungkan alat mungil tersebut dengan sumber listrik. Masalah pelik ini dijawab dengan membuat sebuah teknologi alat optik untuk meradiasikan cahaya laser yang dapat menghasilkan ultrasonik.
Aplikasi teknologi baru ini tidak hanya terbatas pada dunia medis saja, tetapi ini akan mengubah penggunaan mikroskop atau alat detektor lainnya secara keseluruhan. Kini, kita dapat mengamati objek dengan resolusi yang lebih teliti dari mikroskop optik, bahkan hingga ke skala molekul. Selain itu, para pelaku industri dapat menggunakannya untuk mendeteksi kerusakan paling kecil yang mempengaruhi kualitas dan ketahanan material, serta menghindari kerusakan dan penurunan performa mesin.
Saat ini, nanoteknologi ultrasonik digunakan dalam industri pesawat terbang untuk mendeteksi retakan dan kerusakan lainnya yang tidak terlihat. Alat tersebut juga digunakan untuk meneliti metamaterial; komposit kompleks yang proses inspeksinya cukup rumit.
Di sisi lain, kemajuan nanoteknologi menuntut kemajuan yang sejalan dalam nanoteknik. Teori-teori dan aplikasi skala laboratorium nanoteknologi tidak akan ada gunanya tanpa diimbangi oleh penemuan alat baru yang memungkinkan teori tersebut untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, penting bagi para ilmuan dan ahli teknik untuk menciptakan kerjasama yang harmonis bagi masa depan nanoteknologi. - 19 Juni 2009
Sumber :
Rahmi Yusuf
http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/biokimia/nanoteknologi-ultrasonik-membuka-jalan-untuk-melakukan-analisis-sel-tunggal/
6 September 2009
Apa Nanoteknologi Itu Sebenarnya...?
SEKARANG ini dunia sedang mengarah pada revolusi nanoteknologi di mana dalam periode 2010 sampai 2020 akan tejadi percepatan luar biasa dalam penerapan nanoteknologi di dunia industri.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa negara-negara maju di dunia, seperti Amerika Serikat, Jepang, Australia, Kanada dan negara-negara Eropa, serta beberapa negara Asia, seperti Singapura, Cina, dan Korea tengah giat-giatnya mengembangkan suatu cabang baru teknologi yang populer disebut Nanoteknologi.
Milyaran dollar dana mulai dikucurkan di negara-negara ini, di berbagai bidang penelitian. Semuanya berlomba-lomba menggunakan kata kunci Nanoteknologi. Sebenarnya apa itu nanoteknologi? Dan mengapakah begitu banyak peneliti di berbagai negara berlomba-lomba memasuki bidang yang satu ini? Seberapa luaskah ruang lingkupnya? Mengapakah baru beberapa tahun ini terjadi boom nanoteknologi?
Sesuai dengan namanya, nanoteknologi adalah teknologi pada skala nanometer, atau sepersemilyar meter. Indonesia memiliki peluang untuk mengatasi ketertinggalan dari negara lain melalui pengembangan nanoteknologi atau teknologi berskala satu per satu miliar meter.
Dengan nanoteknologi, kekayaan sumber daya alam Indonesia dapat diberi nilai tambah guna memenangi persaingan global. Dengan menciptakan zat hingga berukuran satu per miliar meter (nanometer), sifat dan fungsi zat tersebut bisa diubah sesuai dengan yang diinginkan.
Dengan nanoteknologi pula, kekayaan alam menjadi tak berarti karena sifat-sifat zat bisa diciptakan sesuai dengan keinginan. Karena itu, kita harus mampu memberi nilai tambah atas kekayaan alam kita.
Nanoteknologi, teknologi berbasis pengelolaan materi berukuran nano atau satu per miliar meter, merupakan lompatan teknologi untuk mengubah dunia materi menjadi jauh lebih berharga dari sebelumnya.
Dengan menciptakan zat hingga berukuran satu per miliar meter (nanometer), sifat dan fungsi zat tersebut bisa diubah sesuai dengan yang diinginkan.
Sedangkan nanomaterial merupakan landasan utama dalam rantai pengembangan produk nanoteknologi. Belum lagi teknologi mikro-elektronik berbasis silikon (1 mikrometer = 0,001 milimeter) yang mendominasi seluruh aspek kehidupan manusia bisa dikuasai, dunia sudah memasuki era baru yang disebut nanoteknologi. Ini adalah rekayasa material dalam orde nanokristal (1 nanometer = 0,000001 milimeter).
Material apa pun selama dapat dibuat dalam bentuk nanokristal akan menghasilkan sifat yang mencengangkan dan bahkan tidak pernah ada di alam ini. Diperkirakan tahun 2010, produk-produk industri dalam skala apa pun akan menggunakan material hasil rekayasa nanoteknologi. Perkembangan pesat ini akan mengubah wajah teknologi pada umumnya karena nanoteknologi merambah semua bidang ilmu.
Tidak hanya bidang rekayasa material seperti komposit, polimer, keramik, supermagnet, dan lain-lain. Bidang-bidang seperti biologi (terutama genetika dan biologi molekul lainnya), kimia bahan dan rekayasa akan turut maju pesat.
Teknologi canggih yang mulai populer pada beberapa tahun terakhir ini benar-benar merupakan teknologi si mungil. Mungil karena melibatkan rekayasa partikel-partikel berukuran superkecil, yang kemudian sering disebut dengan istilah "nano". Istilah ini berasal dari kata Nanos (bahasa Yunani) yang berarti satu per satu miliar.
Jadi 1 nanometer (nm) sama dengan 12048 meter. Nanoteknologi merupakan teknologi yang melibatkan atom dan molekul dengan ukuran lebih kecil dari 1.000 nanometer. Itu berarti ukurannya bisa mencapai 100.000 kali lebih kecil dari diameter sehelai rambut
manusia. Superkecil, supermungil. Tetapi ini bukan berarti manfaatnya juga mungil. Yang mungil ini justru memiliki potensi sangat besar dalam memberikan jawaban dan penyelesaian berbagai masalah kompleks di dunia.
Mulai dari dunia kesehatan, masalah pangan, masalah lingkungan, masalah ekonomi, dunia komunikasi, industri, elektronika, manufaktur, informatika, transportasi, dan banyak lagi. Teknologi ini bisa mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia. Seperti ungkapan kecil-kecil cabe rawit , sesuatu yang berukuran mikro justru dapat memberi dampak makro. Seperti manusia. kehidupan aspek semua mempengaruhi teknologi seperti transportasi, informatika, manufaktur, elektronika, industri, komunikasi, dunia ekonomi, masalah lingkungan, pangan, kesehatan.
Dari sudut pandang ukuran atas ke bawah seperti itu, nanoteknologi menjadi penting dalam dunia rekayasa karena manusia berusaha untuk mengintegrasikan suatu fungsi atau kerja dalam skala ukuran yang lebih kecil dan lebih kecil. Mengapa?
Orang bilang, "small is beautiful (kecil itu indah)", tetapi, tentu saja mengintegrasikan suatu fungsi mesin atau perkakas dalam ukuran yang lebih kecil bukan hanya berarti memperindahnya tapi juga berarti memperkecil energi yang diperlukan per suatu fungsi kerja dan berarti pula mempercepat proses serta mempermurah biaya pekerjaan.
Alat pembentuk nanopartikel dapat digunakan pula untuk bahan mineral, logam, keramik, obat-obatan, dan sebagainya. Pada dasarnya, dengan kemampuan mengetahui karakter nanopartikel, masing-masing bidang dapat diarahkan untuk mencapai kemajuan teknologi yang lebih efisien, hemat, dan ramah lingkungan.
Karena semua benda yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari tersusun dari atom-atom berukuran nano. Bahkan makhluk hidup, termasuk manusia, juga tersusun dari atom. Karakteristik dari semua benda sangat bergantung pada susunan atom-atomnya.
ATOM-ATOM yang terdapat dalam batubara sama persis dengan atom-atom sejenis yang terdapat dalam berlian (diamond) yang indah. Yang berbeda adalah susunan strukturnya saja. Atom-atom dalam partikel pasir sangat mirip dengan atom-atom dalam chip komputer yang canggih.
Bahkan atom-atom penyusun air, udara, dan partikel debu sebenarnya sama dengan atom-atom dalam sebuah kentang. Sedikit saja susunan struktur atomnya diubah, karakteristik suatu benda bisa berubah drastis. Inilah konsep utama dalam nanoteknologi.
Suatu saat nanti, batubara dan grafit dapat kita susun ulang atom-atomnya sehingga menjadi berlian yang berkilau indah. Sebenarnya prinsip yang digunakan dalam nanoteknologi sudah banyak diterapkan dalam ukuran makro.
Misalnya, manusia yang hidup pada zaman batu membuat berbagai peralatan dan perkakas dari bebatuan yang digerinda. Untuk membuat peralatan logam, manusia melebur bijih logam dan membentuknya menjadi berbagai peralatan. Semua proses itu sebenarnya merupakan proses mengatur kembali susunan (memanipulasi) atom-atom dari material alami yang ada di Bumi.
Tetapi yang disusun ulang adalah tumpukan atomnya, bukan atom-atom individual. Seiring dengan berjalannya waktu, manusia terus mengembangkan teknik penyusunan ulang tumpukan atom tersebut sehingga ketepatannya semakin baik (semakin presisi) dan biaya produksi semakin murah.
Penyusunan ulang atom-atom dalam nanoteknologi mencapai tahap penyusunan ulang struktur atom individual, jadi bukan lagi tumpukan atom.Ide penyusunan ulang atom-atom individual dalam skala nano ini sebenarnya sudah ada sejak beberapa dekade.
Satu aspek lain yang sangat menarik dari nanoteknologi adalah self replication atau kemampuan untuk duplikasi diri secara otomatis. Konsep ini menyontek kemampuan reproduksi makhluk hidup. Sel-sel dalam tubuh kita (juga tersusun dari atom-atom) memiliki kemampuan memperbarui diri sehingga sel-sel yang rusak dan mati selalu digantikan dengan sel baru yang sehat.
Mesin-mesin nano dirancang dan diprogram supaya bisa memproduksi mesin-mesin nano lain yang merupakan replikanya, yang juga memiliki kemampuan memproduksi replika berikutnya. Ini berarti biaya produksi dapat ditekan sangat rendah. Aspek ini sangat berpengaruh dalam dunia ekonomi di masa mendatang.
Ada satu hal yang biasanya salah dimengerti. Kemampuan self replication ini tidak berarti bahwa mesin-mesin nano tersebut menjadi sama dengan makhluk hidup. Ada satu keunikan makhluk hidup yang tidak bisa ditiru oleh mesin-mesin nano yang canggih dan pintar ini: kemampuan beradaptasi.
Makhluk hidup dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar yang kompleks dan dinamik, sedangkan mesin tidak. Dengan semua karakteristik ini, nanoteknologi bisa menghasilkan berbagai materi/bahan/serat dengan kekuatan dan kualitas yang sangat baik karena sudah dirancang dari skala terkecilnya. Kita bisa produksi bahan pangan yang sehat secara melimpah sehingga mengurangi krisis pangan dunia.
Kita bisa mengurangi pencemaran lingkungan dengan proses produksi yang tidak menghasilkan polusi. Aplikasi nanoteknologi yang paling cepat dirasakan ada di dalam dunia kesehatan, informatika, dan elektronik/komputer. Kita bisa memproduksi alat-alat bedah untuk dunia kesehatan dengan presisi dan kualitas sangat baik. Kita juga bisa memproduksi robot-robot mungil yang bisa berkeliaran dalam tubuh kita untuk membunuh virus-virus yang menyebabkan penyakit dan membersihkan saluran darah yang tersumbat.
SAAT ini bahkan sudah ada penelitian tentang nanojet, yaitu liquid jets yang diameternya hanya beberapa nanometer. Nanojet ini digunakan untuk memasukkan material genetik ke dalam sel tubuh supaya dapat memperbaiki DNA yang rusak dan menyembuhkan kelainan genetik.
Dunia informatika dan komputer/elektronik bisa menikmati adanya komputer kuantum yang mampu mengirimkan data dengan kecepatan sangat tinggi. Superkomputer di masa depan tersusun dari chip yang sangat mungil, tetapi mampu menyimpan data jutaan kali lebih banyak dari komputer yang kita gunakan saat ini. Begitu kecilnya superkomputer itu, kita mungkin hanya bisa melihatnya dengan menggunakan mikroskop cahaya/elektron.
Aplikasi dalam industri juga sangat luas. Dengan nanoteknologi, kita bahkan bisa membuat pesawat ruang angkasa dari bahan komposit yang sangat ringan tetapi memiliki kekuatan seperti baja. Kita juga bisa memproduksi mobil yang beratnya hanya 50 kilogram. Industri fashion pun tidak ketinggalan. Mantel hangat yang sangat tipis dan ringan bisa menjadi tren di masa mendatang dengan bantuan nanoteknologi.
Nanoteknologi mulai dilirik negara-negara di dunia lantaran manfaatnya yang nyata bagi kehidupan. Rekayasa partikel, atom atau material dalam suatu benda itu saat ini telah mampu dikembangkan untuk berbagai kepentingan. Mulai dari energi yang ramah lingkungan, kesehatan, pangan, teknologi informasi, dan komunikasi, transportasi hingga pertahanan dan keamanan.
Di Indonesia sendiri, keberadaan nanoteknologi masih belum cukup populer. Hanya kalangan tertentu saja khususnya akademisi yang kerap bergulat dengan rekayasa material. Sementara, masyarakat awam hanya mampu merasakan hasilnya.
Contoh paling sederhana saja soal flash disk yang mampu untuk menyimpan data hingga ukuran giga. Tapi, dengan rekayasa nanoteknologi, kekuatan menyimpan bisa mencapai ukuran tera. Kehebatan nanoteknologi tak berhenti di situ saja. Mengatasi bahkan mengobati penyakit pun bisa dilakukan nanoteknologi.
Penderita hipertensi, misalnya, kini tak perlu lagi disuntik atau mengonsumsi obat, cukup hanya disemprot saja ke bagian tubuh tertentu. Nanoteknologi mencakup pengembangan teknologi dalam skala nanometer, biasanya 0,1 sampai 100 nm (satu nanometer sama dengan seperseribu mikrometer atau sepersejuta milimeter).
Istilah ini kadangkala diterapkan ke teknologi sangat kecil. Istilah nanoteknologi kadangkala disamakan dengan nanoteknologi molekular sebuah conjecture bentuk tinggi nanoteknologi dipercayai oleh beberapa dapat dicapai dalam waktu dekat di masa depan, berdasarkan nanosistem yang produktif.
Indonesia memiliki peluang untuk mengatasi ketertinggalan dari negara lain melalui pengembangan nanoteknologi atau teknologi berskala satu per satu miliar meter. Dengan nanoteknologi, kekayaan sumber daya alam Indonesia dapat diberi nilai tambah guna memenangi persaingan global. N
anoteknologi ialah satu bidang sains gunaan yang menumpukan kepada reka bentuk, sintesis, pencirian, dan penggunaan bahan-bahan dan peranti-peranti pada skala nano. Kejayaan-kejayaan cemerlang dalam nanoteknologi telah menghasilkan alat solek dan losen pelindung cahaya matahari yang lebih baik, serta seluar kalis air.
Nanoteknologi ialah satu subklasifikasi teknologi dalam sains koloid, biologi, fisik, kimia, dan bidang-bidang saintifik yang lain. Nanosains ialah kajian untuk fenomena dan pengolahan bahan-bahan pada skala nano. Pada dasarnya, bidang ini merupakan peluasan sains-sains yang sedia ada ke dalam skala nano.
Nanosains ialah dunia atom, molekul, makromolekul, titik kuantum, serta himpunan makromolekul, dan dikuasai oleh kesan-kesan permukaan seperti daya tarikan Van der Waals, ikatan hidrogen, cas elektron, ikatan ion, ikatan kovalen, kehidrofoban, kehidrofilan, dan penerowongan mekanik kuantum. Bagaimanapun, nanosains tidak merangkumi kesan-kesan skala makro seperti gelora dan inersia.
Umpamanya, nisbah antara luas permukaan dengan isi padu yang amat dinaikkan membuka kemungkinan-kemungkinan baru untuk sains berasaskan permukaan, seperti pemangkinan. Keaktifan bermangkin ini juga mengakibatkan risiko-risiko berpotensi daripada saling tindak dengan biobahan.
Aspek skala nano yang kedua terpenting adalah bahawa semakin zarah nano menjadi kecil, semakin besar nisbahnya antara luas permukaan dengan isi padu. Struktur elektroniknya juga berubah secara hebat.
Kedua-dua kesan ini menyebabkan keaktifan bermangkin menjadi lebih baik, tetapi juga boleh mengakibatkan kereaktifan kimia yang agresif.
Keterpesonaan terhadap nanoteknologi terdiri daripada fenomena-fenomena kuantum dan permukaan ini yang unik yang ditampilkan oleh jirim pada skala nano, dan memungkinkan penggunaan baru serta bahan-bahan yang menarik. Nanoteknologi melewati akhir abad ke-19 apabila sains koloid mula-mula berakar umbi.
Walaupun tidak dirujuk sebagai "nanoteknologi" ketika itu,
teknik-teknik yang sama masih digunakan pada hari ini untuk mensintesiskan banyak daripada bahan-bahan pada skala nanometer. Bahan dengan ukuran nano serta bahan berpori dengan nanostruktur memiliki berbagai sifat unggul dibandingkan bahan dengan ukuran yang biasa.
Keunggulan berupa keunggulan sifat fisika maupun sifat kimia memberikan peluang untuk aplikasinya dalam berbagai bidang. Usaha yang dilakukan semakin besar pada sintesa dan perakitan dengan tingkat keakuratan yang sangat tinggi dan proses yang sangat inovatif. Hasil yang diperoleh berupa pengendalian ukuran, bentuk, struktur, morfologi dan ikatan molekul, supermolekul, material nano, bahan dan peralatan dengan struktur nano.
Integrasi antara konsep fisik yang top-down dengan konsep kimia dan biologi yang bottom-up mungkin diperlukan untuk menciptakan struktur nano yang fungsional dan dioperasikan pada skala mesoskopi. Sifat-sifat dan keunggulan yang ingin dituju melalui struktur pori, dispersi dan morfologi ini di antaranya adalah: (i) peningkatan kekuatan mekanik; (ii) superkonduktifitas; (iii) daya cakupan kinerja bahan; (iv) kemampuan dalam pemanfaatan bahan bernilai tinggi; (v) nilai keramahan lingkungan. Untuk mencapainya diperlukan kemampuan yang menjadi prasyarat keberhasilan seperti: (i) preparasi partikel secara efektif; (ii) stabilisasi fasa; (iii) peningkatan skala dan pengendalian prosesnya; (iv) kemampuan dalam analisis. Dengan sifat-sifat unggul partikulat nano yang terdispersi tersebut, diharapkan dapat diperoleh aplikasi dan pemanfaatannya untuk keperluan kosmetika, obat-obatan, microelectronical mechanical
system (MEMS), pencetakan, logam campurn baru, bahan magnetik, semiconductor dan sensor dan lainnya termasuk katalisis.
DI INDONESIA, peran teknologi nano dan katalisis dapat dikembangkan untuk memanfaatkan hasil dari sumber daya alam yang melimpah untuk menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi, baik dalam sektor energi, pangan dan kesehatan, teknologi informasi dan komunikasi, transportasi hingga permasalahan di sektor pertahanan dan keamanan.
Contoh Nanoteknologi Dan Pembuatan
Fuel cell, mungkin sudah tidak asing ditelinga kita. Dewasa ini seiring dengan makin mahalnya, terbatasnya minyak bumi dan efek rumah kaca yang sudah mengglobal, pemakaian energi alternatif yang ramah lingkungan dan sustainable sangatlah diperlukan.
Salah satunya adalah energi hydrogen. Hydrogen merupakan salah satu zat kimia yang penting di dunia, yang dikonsumsi oelh dunia mencapai 50 juta ton/tahunnya. Untuk menggubah hydrogen, yang memiliki energy carrier, untuk menjadi listrik, diperlukan sebuah alat yang dinamakan fuel cell. Pada kesempatan kali ini akan dicoba dibahas tentang fuel cell, mulai dari sejarahnya hingga perkembangan saat ini dengan menggunakan bahasa yang sederhana. Semoga bermanfaat.
Prinsip Fuel cell
Mungkin kita masih ingat dengan sel volta ketika pelajaran SMU. Prinsip fuel cell sendiri sangatlah mirip dengan sel volta yaitu mengubah energi kimia menjadi energi listrik. Bagian terpenting pada Fuel cell adalah 2 lapis elektroda dan elektrolit. Elektrolit disini adalah zat yang akan membiarkan ion lewat, namun tidak halnya dengan elektron.
Pada anoda, H2 dialirkan, kemudian platina (Pt) yang terdapat pada pada anoda akan bekerja sebagai katalis, yang kemudian akan gmengambilh elektron dari atom hidrogen. Kemudian, ion H+ yang terbentuk akan melewati elektrolit, sedangkan elektron tetap tertinggal di anoda. Pada katoda, oksigen dialirkan.
Kemudian, ion H+ yg melewati elektrolit akan berikatan dengan oksigen menghasilkan air dengan bantuan platina yg terkandung pd katoda sebagai katalis. Reaksi ini akan berlangsung jika ada elektron. Pada anoda terdapat elektron, sedangkan pada katoda membutuhkan elektron. Sehingga, jika anoda dan katoda dihubungkan maka elektron akan mengalir. Hal ini lah yang menjadi prinsip dasar dari fuel cell.
1 unit fuel cell yang terdiri atas 2 buah Pt Elektroda dan elektrolit disebut sel tunggal. Tegangan yang diperoleh dari 1 buah sel tunggal ini berkisar 1 volt , sama dengan sel kering. Untuk mampu menghasilkan tegangan yang tinggi/yang dinginkan maka sel tersebut bisa disusun secara seri/pararel. Kumpulan dari banyak sel tunggal ini disebut stack.
Untuk membuat stack, selain dibutuhkan sel tunggal, juga diperlukan sel seperator. Agar bisa digunakan pada hp, diperlukan beberapa single cell. Sedangkan utk penggunaan rumah tangga diperlukan 20 lebih dan utk mobil diperlukan 200 lebih single cell. Sehingga Pt elektroda, elektrolit, dan sel separator yang dibutuhkan ikut meningkat. Saat ini harga dari bahan2 tersebut sangatlah mahal. sehingga utk diterapkan pada mobil masih terbilang mahal.
Sejak dipergunakan untuk pengembangan eksplorasi luar angkasa oleh NASA, fuel cell mulai mendapat perhatian khusus dari para peniliti. Hingga saat ini, telah muncul berbagai macam jenis fuel cell. Berdasarkan atas perbedaan elektrolit yg digunakan, fuel cell dapat dibagi menjadi 4 tipe. Keempat tipe tersebut, suhu dan skala energi yang dihasilkan pun berbeda. 4 tipe tersebut kemudian bisa dipisah menjadi 2, yaitu yang bekerja pada suhu tinggi (dua tipe) dan pada suhu rendah (2 tipe) .
Tipe pada suhu tinggi adalah MCFC (Molten Carbonate Fuel Cell) dan SOFC (Solid Oxide Fuel Cell). Kedua tipe ini berkerja pada suhu 500-1000 C. Pada suhu tinggi, kecepatan reaksi bisa berlangsung cepat, sehingga pada fuel cell tipe ini tidak diperlukan katalis (Pt). Namun pada suhu tinggi pula, diperlukan bahan yang mempunya durability bagus dan tahan akan korosi. MCFC bekerja pada suhu 650 C, dan elektrolit yang digunakan adalah garam karbonat (Li2CO3, K2CO3, dll) dalam bentuk larutan.
Sedangkan SOFC, bekerja pada suhu 1000 C, dengan keramik padat (misal, ZrO2 ) sebagai elektrolitnya. MCFC dan SOFC sendiri hingga saat ini masih tahap laboraturium, dan belum dikomersilkan. Diharapkan di masa depan bisa diterapkan dalan skala besar. Dan apabila teknologi dimana suhu kerja bisa diturunkan berkembang, bukan tidak mungkin kelak kedua fuel cell tipe ini bisa diterapkan dalam skala rumah tangga.
Sedangkan untuk tipe suhu rendah adalah PAFC (Phosphoric acid Fuel Cell) dan PEFC (Proton Exchange Membrane Fuel Cell). Pada kedua tipe ini, berkerja pada suhu dibawah 200 C. keunggulan pada tipe ini adalah waktu utk mengaktifkannya cukup cepat dan bisa diterapkan dalam skala kecil.
Namun, karena memerlukan Pt, yg harganya cukup mahal, sbg elektroda, maka biayanya pun menjadi mahal. PAFC bekerja pada suhu 200 C, dan asam fosfat (H3PO4) sebagai elektrolitnya. Ditemukan pada tahun 1967, dan sejak tahun 1980-an, khususnya di Jepang dan Amerika, mulai dipergunakan pada hotel, rumah sakit, dan lain lain. Diantara 4 tipe fuel cell, tipe inilah yang paling cepat untuk dikomersilkan.
PEFC bekerja pada suhu dibawah 100 C, membran polimer sebagai elektrolitnya. Karena menggunakan lapisan tipis membran polimer, ukuran secara kesulurahan sangatlah kecil. Dewasa ini, penggunaan fuel cell tipe ini sudah cukup luas digunakan, mulai dari mobil hingga hp.
JIKA berbicara tentang keunggulan fuel cell, maka salah satunya adalah tingkat efisiensi energi yang dihasilkan. Jika pada pembangkit listrik tenaga termal, suhu pembakaran sekitar 550 C, secara teoritis memiliki tingkat efisiensinya maksimal 60 %.
Namun untuk fuel cell yang menggunakan hydrogen sebagai sumber energinya, pada suhu kamar pun, secara teoritis memiliki tingkat efisiensi mencapai 83 %. Kenapa tingkat efisiensi dari fuel cell, bisa tinggi? Agar lebih mudah dipahami mungkin kita bisa mengambil contoh dari perbandingan filamen pada bohlam dan LED (Light Emitting Dioda). Filamen pada lampu bohlam, akan mengubah energi listri menjadi energi panas terlebih dahulu. Kemudian dari energi panas diubah menjadi energi cahaya.
Namun energi panas yang seharusnya diubah menjadi energi listrik, kebanyakan lolos keluar menuju lingkungan. Hal ini dapat dirasakan dengan memegang lampu bohlam yang terasa hangat. Sedangkan pada LED, energi listrik segera diubah menjadi energi cahaya, tanpa diubah terlebih dahulu menjadi energi panas. Sehingga daya yang hilang dan konsumsi daya dari LED sangat kecil bila dibanding lampu bohlam.
Seperti halnya contoh diatas, pada pembangkit listrik tenaga thermal, bahan bakarnya terlebih dahulu diubah menjadi energi panas (dibakar), kemudian baru diubah menjadi energi listrik. Dengan perlakuan seperti itu, resiko loss (kehilangan) akan sangat besar, khususnya ketika pengubahan energi panas menjadi energi listrik, banyak energi panas yang lolos.
Hal inilah penyebab rendahnya efisiensi pada pembangkit listrik tenaga thermal. Berbeda dengan pembangkit listrik tenaga thermal, pada fuel cell, bahan bakar (hidrogen) secara langsung diubah menjadi energi listrik tanpa melewati perubahan ke energi panas terlebih dahulu. Hal ini lah yang menyababkan tingkat efisiensi pada fuel cell tinggi.
Kendala terbesar pada fuel cell adalah terletak pada biaya, akibat mahalnya platina. Sebagai gambaran, pada PEFC, salah satu tipe fuel cell, yang digunakan pada mobil/rumah tangga (dengan daya 100 K Watt) dibutuhkan sekitar 100 gram platina. Jika seandainya harga platina saat ini sekitar 8000 yen (sekitar Rp 620.000) maka untuk 100 gram platina berkisar 800.000 yen (sekitar 62 juta).
Sangatlah mahal. Selain itu diperkirakan platina yang terkandung dibumi hanya berkisar 28.000 ton. Sehingga bisa disimpulkan@apabila tidak ditemukan alternatif pengganti platina, yang jumlahnya sangat terbatas dan harganya yang sangat mahal, maka fuel cell tinggallah mimpi belaka.
Untuk itu, ada beberapa cara yang dikembangkan. Salah satunya adalah dengan menghemat penggunaan platina, yaitu cukup digunakan partikel platina saja (diameter berkisar 2 nm) bukan logam secara kesuluruhan. Partikel platina tersebut kemudian dilekatkan pada carbon yang telah dipadatkan dengan teknologi karbon nanotube.
Dengan perkembangan nanoteknologi saat ini, muncul teknologi karbon nanohorn yang dikembangkan oleh perusahaan jepang, NEC, yang mampu memperluas permukaan partikel platina sehingga meningkatkan daya yang dihasilkan (output) sekitar 20 %. Cara lainnya adalah menggantikan platina dengan logam lain. Salah satu logam yang potensial adalah perpaduan kobalt dengan nikel.
QuantumSphare Inc., perusahaan yang berbasis di California, mengklaim berhasil mengembangan nanomaterial nikel-kobalt yang mampu menggantikan penggunaan platina pada fuel cell. Dan mampu menghemat biaya pembuatan fuel cell hingga 50 %. Namun perlu pengorbanan kecil pada performance dari fuel cell. Sebagai perbandingan, jika menggantikan platina pada katoda secara kesuluruhan (7.7 mikrogram/cm2) dengan nikel-kobalt, akan menghemat biaya 90% namun performance, dibanding platina murni, turun 27 %. DMFC (Direct Methanol Fuel Cell).
DMFC merupakan salah satu jenis PMFC, dengan methanol sebagai bahan bakarnya. Keunggulan dari DMFC ini, terletak pada methanol. Berbeda dengan hidrogen, yang sangat sulit untuk dibawa kemana-mana, methanol dapat disimpan dalam botol plastik sehingga dapat dibawa ketika berpergian. *** - 28 Agustus 2007
Sumber :
Renny Futeri
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Andalas Padang,
http://www.riauinfo.com/main/news.php?c=7&id=2164
6 September 2009
Sudah menjadi rahasia umum bahwa negara-negara maju di dunia, seperti Amerika Serikat, Jepang, Australia, Kanada dan negara-negara Eropa, serta beberapa negara Asia, seperti Singapura, Cina, dan Korea tengah giat-giatnya mengembangkan suatu cabang baru teknologi yang populer disebut Nanoteknologi.
Milyaran dollar dana mulai dikucurkan di negara-negara ini, di berbagai bidang penelitian. Semuanya berlomba-lomba menggunakan kata kunci Nanoteknologi. Sebenarnya apa itu nanoteknologi? Dan mengapakah begitu banyak peneliti di berbagai negara berlomba-lomba memasuki bidang yang satu ini? Seberapa luaskah ruang lingkupnya? Mengapakah baru beberapa tahun ini terjadi boom nanoteknologi?
Sesuai dengan namanya, nanoteknologi adalah teknologi pada skala nanometer, atau sepersemilyar meter. Indonesia memiliki peluang untuk mengatasi ketertinggalan dari negara lain melalui pengembangan nanoteknologi atau teknologi berskala satu per satu miliar meter.
Dengan nanoteknologi, kekayaan sumber daya alam Indonesia dapat diberi nilai tambah guna memenangi persaingan global. Dengan menciptakan zat hingga berukuran satu per miliar meter (nanometer), sifat dan fungsi zat tersebut bisa diubah sesuai dengan yang diinginkan.
Dengan nanoteknologi pula, kekayaan alam menjadi tak berarti karena sifat-sifat zat bisa diciptakan sesuai dengan keinginan. Karena itu, kita harus mampu memberi nilai tambah atas kekayaan alam kita.
Nanoteknologi, teknologi berbasis pengelolaan materi berukuran nano atau satu per miliar meter, merupakan lompatan teknologi untuk mengubah dunia materi menjadi jauh lebih berharga dari sebelumnya.
Dengan menciptakan zat hingga berukuran satu per miliar meter (nanometer), sifat dan fungsi zat tersebut bisa diubah sesuai dengan yang diinginkan.
Sedangkan nanomaterial merupakan landasan utama dalam rantai pengembangan produk nanoteknologi. Belum lagi teknologi mikro-elektronik berbasis silikon (1 mikrometer = 0,001 milimeter) yang mendominasi seluruh aspek kehidupan manusia bisa dikuasai, dunia sudah memasuki era baru yang disebut nanoteknologi. Ini adalah rekayasa material dalam orde nanokristal (1 nanometer = 0,000001 milimeter).
Material apa pun selama dapat dibuat dalam bentuk nanokristal akan menghasilkan sifat yang mencengangkan dan bahkan tidak pernah ada di alam ini. Diperkirakan tahun 2010, produk-produk industri dalam skala apa pun akan menggunakan material hasil rekayasa nanoteknologi. Perkembangan pesat ini akan mengubah wajah teknologi pada umumnya karena nanoteknologi merambah semua bidang ilmu.
Tidak hanya bidang rekayasa material seperti komposit, polimer, keramik, supermagnet, dan lain-lain. Bidang-bidang seperti biologi (terutama genetika dan biologi molekul lainnya), kimia bahan dan rekayasa akan turut maju pesat.
Teknologi canggih yang mulai populer pada beberapa tahun terakhir ini benar-benar merupakan teknologi si mungil. Mungil karena melibatkan rekayasa partikel-partikel berukuran superkecil, yang kemudian sering disebut dengan istilah "nano". Istilah ini berasal dari kata Nanos (bahasa Yunani) yang berarti satu per satu miliar.
Jadi 1 nanometer (nm) sama dengan 12048 meter. Nanoteknologi merupakan teknologi yang melibatkan atom dan molekul dengan ukuran lebih kecil dari 1.000 nanometer. Itu berarti ukurannya bisa mencapai 100.000 kali lebih kecil dari diameter sehelai rambut
manusia. Superkecil, supermungil. Tetapi ini bukan berarti manfaatnya juga mungil. Yang mungil ini justru memiliki potensi sangat besar dalam memberikan jawaban dan penyelesaian berbagai masalah kompleks di dunia.
Mulai dari dunia kesehatan, masalah pangan, masalah lingkungan, masalah ekonomi, dunia komunikasi, industri, elektronika, manufaktur, informatika, transportasi, dan banyak lagi. Teknologi ini bisa mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia. Seperti ungkapan kecil-kecil cabe rawit , sesuatu yang berukuran mikro justru dapat memberi dampak makro. Seperti manusia. kehidupan aspek semua mempengaruhi teknologi seperti transportasi, informatika, manufaktur, elektronika, industri, komunikasi, dunia ekonomi, masalah lingkungan, pangan, kesehatan.
Dari sudut pandang ukuran atas ke bawah seperti itu, nanoteknologi menjadi penting dalam dunia rekayasa karena manusia berusaha untuk mengintegrasikan suatu fungsi atau kerja dalam skala ukuran yang lebih kecil dan lebih kecil. Mengapa?
Orang bilang, "small is beautiful (kecil itu indah)", tetapi, tentu saja mengintegrasikan suatu fungsi mesin atau perkakas dalam ukuran yang lebih kecil bukan hanya berarti memperindahnya tapi juga berarti memperkecil energi yang diperlukan per suatu fungsi kerja dan berarti pula mempercepat proses serta mempermurah biaya pekerjaan.
Alat pembentuk nanopartikel dapat digunakan pula untuk bahan mineral, logam, keramik, obat-obatan, dan sebagainya. Pada dasarnya, dengan kemampuan mengetahui karakter nanopartikel, masing-masing bidang dapat diarahkan untuk mencapai kemajuan teknologi yang lebih efisien, hemat, dan ramah lingkungan.
Karena semua benda yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari tersusun dari atom-atom berukuran nano. Bahkan makhluk hidup, termasuk manusia, juga tersusun dari atom. Karakteristik dari semua benda sangat bergantung pada susunan atom-atomnya.
ATOM-ATOM yang terdapat dalam batubara sama persis dengan atom-atom sejenis yang terdapat dalam berlian (diamond) yang indah. Yang berbeda adalah susunan strukturnya saja. Atom-atom dalam partikel pasir sangat mirip dengan atom-atom dalam chip komputer yang canggih.
Bahkan atom-atom penyusun air, udara, dan partikel debu sebenarnya sama dengan atom-atom dalam sebuah kentang. Sedikit saja susunan struktur atomnya diubah, karakteristik suatu benda bisa berubah drastis. Inilah konsep utama dalam nanoteknologi.
Suatu saat nanti, batubara dan grafit dapat kita susun ulang atom-atomnya sehingga menjadi berlian yang berkilau indah. Sebenarnya prinsip yang digunakan dalam nanoteknologi sudah banyak diterapkan dalam ukuran makro.
Misalnya, manusia yang hidup pada zaman batu membuat berbagai peralatan dan perkakas dari bebatuan yang digerinda. Untuk membuat peralatan logam, manusia melebur bijih logam dan membentuknya menjadi berbagai peralatan. Semua proses itu sebenarnya merupakan proses mengatur kembali susunan (memanipulasi) atom-atom dari material alami yang ada di Bumi.
Tetapi yang disusun ulang adalah tumpukan atomnya, bukan atom-atom individual. Seiring dengan berjalannya waktu, manusia terus mengembangkan teknik penyusunan ulang tumpukan atom tersebut sehingga ketepatannya semakin baik (semakin presisi) dan biaya produksi semakin murah.
Penyusunan ulang atom-atom dalam nanoteknologi mencapai tahap penyusunan ulang struktur atom individual, jadi bukan lagi tumpukan atom.Ide penyusunan ulang atom-atom individual dalam skala nano ini sebenarnya sudah ada sejak beberapa dekade.
Satu aspek lain yang sangat menarik dari nanoteknologi adalah self replication atau kemampuan untuk duplikasi diri secara otomatis. Konsep ini menyontek kemampuan reproduksi makhluk hidup. Sel-sel dalam tubuh kita (juga tersusun dari atom-atom) memiliki kemampuan memperbarui diri sehingga sel-sel yang rusak dan mati selalu digantikan dengan sel baru yang sehat.
Mesin-mesin nano dirancang dan diprogram supaya bisa memproduksi mesin-mesin nano lain yang merupakan replikanya, yang juga memiliki kemampuan memproduksi replika berikutnya. Ini berarti biaya produksi dapat ditekan sangat rendah. Aspek ini sangat berpengaruh dalam dunia ekonomi di masa mendatang.
Ada satu hal yang biasanya salah dimengerti. Kemampuan self replication ini tidak berarti bahwa mesin-mesin nano tersebut menjadi sama dengan makhluk hidup. Ada satu keunikan makhluk hidup yang tidak bisa ditiru oleh mesin-mesin nano yang canggih dan pintar ini: kemampuan beradaptasi.
Makhluk hidup dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar yang kompleks dan dinamik, sedangkan mesin tidak. Dengan semua karakteristik ini, nanoteknologi bisa menghasilkan berbagai materi/bahan/serat dengan kekuatan dan kualitas yang sangat baik karena sudah dirancang dari skala terkecilnya. Kita bisa produksi bahan pangan yang sehat secara melimpah sehingga mengurangi krisis pangan dunia.
Kita bisa mengurangi pencemaran lingkungan dengan proses produksi yang tidak menghasilkan polusi. Aplikasi nanoteknologi yang paling cepat dirasakan ada di dalam dunia kesehatan, informatika, dan elektronik/komputer. Kita bisa memproduksi alat-alat bedah untuk dunia kesehatan dengan presisi dan kualitas sangat baik. Kita juga bisa memproduksi robot-robot mungil yang bisa berkeliaran dalam tubuh kita untuk membunuh virus-virus yang menyebabkan penyakit dan membersihkan saluran darah yang tersumbat.
SAAT ini bahkan sudah ada penelitian tentang nanojet, yaitu liquid jets yang diameternya hanya beberapa nanometer. Nanojet ini digunakan untuk memasukkan material genetik ke dalam sel tubuh supaya dapat memperbaiki DNA yang rusak dan menyembuhkan kelainan genetik.
Dunia informatika dan komputer/elektronik bisa menikmati adanya komputer kuantum yang mampu mengirimkan data dengan kecepatan sangat tinggi. Superkomputer di masa depan tersusun dari chip yang sangat mungil, tetapi mampu menyimpan data jutaan kali lebih banyak dari komputer yang kita gunakan saat ini. Begitu kecilnya superkomputer itu, kita mungkin hanya bisa melihatnya dengan menggunakan mikroskop cahaya/elektron.
Aplikasi dalam industri juga sangat luas. Dengan nanoteknologi, kita bahkan bisa membuat pesawat ruang angkasa dari bahan komposit yang sangat ringan tetapi memiliki kekuatan seperti baja. Kita juga bisa memproduksi mobil yang beratnya hanya 50 kilogram. Industri fashion pun tidak ketinggalan. Mantel hangat yang sangat tipis dan ringan bisa menjadi tren di masa mendatang dengan bantuan nanoteknologi.
Nanoteknologi mulai dilirik negara-negara di dunia lantaran manfaatnya yang nyata bagi kehidupan. Rekayasa partikel, atom atau material dalam suatu benda itu saat ini telah mampu dikembangkan untuk berbagai kepentingan. Mulai dari energi yang ramah lingkungan, kesehatan, pangan, teknologi informasi, dan komunikasi, transportasi hingga pertahanan dan keamanan.
Di Indonesia sendiri, keberadaan nanoteknologi masih belum cukup populer. Hanya kalangan tertentu saja khususnya akademisi yang kerap bergulat dengan rekayasa material. Sementara, masyarakat awam hanya mampu merasakan hasilnya.
Contoh paling sederhana saja soal flash disk yang mampu untuk menyimpan data hingga ukuran giga. Tapi, dengan rekayasa nanoteknologi, kekuatan menyimpan bisa mencapai ukuran tera. Kehebatan nanoteknologi tak berhenti di situ saja. Mengatasi bahkan mengobati penyakit pun bisa dilakukan nanoteknologi.
Penderita hipertensi, misalnya, kini tak perlu lagi disuntik atau mengonsumsi obat, cukup hanya disemprot saja ke bagian tubuh tertentu. Nanoteknologi mencakup pengembangan teknologi dalam skala nanometer, biasanya 0,1 sampai 100 nm (satu nanometer sama dengan seperseribu mikrometer atau sepersejuta milimeter).
Istilah ini kadangkala diterapkan ke teknologi sangat kecil. Istilah nanoteknologi kadangkala disamakan dengan nanoteknologi molekular sebuah conjecture bentuk tinggi nanoteknologi dipercayai oleh beberapa dapat dicapai dalam waktu dekat di masa depan, berdasarkan nanosistem yang produktif.
Indonesia memiliki peluang untuk mengatasi ketertinggalan dari negara lain melalui pengembangan nanoteknologi atau teknologi berskala satu per satu miliar meter. Dengan nanoteknologi, kekayaan sumber daya alam Indonesia dapat diberi nilai tambah guna memenangi persaingan global. N
anoteknologi ialah satu bidang sains gunaan yang menumpukan kepada reka bentuk, sintesis, pencirian, dan penggunaan bahan-bahan dan peranti-peranti pada skala nano. Kejayaan-kejayaan cemerlang dalam nanoteknologi telah menghasilkan alat solek dan losen pelindung cahaya matahari yang lebih baik, serta seluar kalis air.
Nanoteknologi ialah satu subklasifikasi teknologi dalam sains koloid, biologi, fisik, kimia, dan bidang-bidang saintifik yang lain. Nanosains ialah kajian untuk fenomena dan pengolahan bahan-bahan pada skala nano. Pada dasarnya, bidang ini merupakan peluasan sains-sains yang sedia ada ke dalam skala nano.
Nanosains ialah dunia atom, molekul, makromolekul, titik kuantum, serta himpunan makromolekul, dan dikuasai oleh kesan-kesan permukaan seperti daya tarikan Van der Waals, ikatan hidrogen, cas elektron, ikatan ion, ikatan kovalen, kehidrofoban, kehidrofilan, dan penerowongan mekanik kuantum. Bagaimanapun, nanosains tidak merangkumi kesan-kesan skala makro seperti gelora dan inersia.
Umpamanya, nisbah antara luas permukaan dengan isi padu yang amat dinaikkan membuka kemungkinan-kemungkinan baru untuk sains berasaskan permukaan, seperti pemangkinan. Keaktifan bermangkin ini juga mengakibatkan risiko-risiko berpotensi daripada saling tindak dengan biobahan.
Aspek skala nano yang kedua terpenting adalah bahawa semakin zarah nano menjadi kecil, semakin besar nisbahnya antara luas permukaan dengan isi padu. Struktur elektroniknya juga berubah secara hebat.
Kedua-dua kesan ini menyebabkan keaktifan bermangkin menjadi lebih baik, tetapi juga boleh mengakibatkan kereaktifan kimia yang agresif.
Keterpesonaan terhadap nanoteknologi terdiri daripada fenomena-fenomena kuantum dan permukaan ini yang unik yang ditampilkan oleh jirim pada skala nano, dan memungkinkan penggunaan baru serta bahan-bahan yang menarik. Nanoteknologi melewati akhir abad ke-19 apabila sains koloid mula-mula berakar umbi.
Walaupun tidak dirujuk sebagai "nanoteknologi" ketika itu,
teknik-teknik yang sama masih digunakan pada hari ini untuk mensintesiskan banyak daripada bahan-bahan pada skala nanometer. Bahan dengan ukuran nano serta bahan berpori dengan nanostruktur memiliki berbagai sifat unggul dibandingkan bahan dengan ukuran yang biasa.
Keunggulan berupa keunggulan sifat fisika maupun sifat kimia memberikan peluang untuk aplikasinya dalam berbagai bidang. Usaha yang dilakukan semakin besar pada sintesa dan perakitan dengan tingkat keakuratan yang sangat tinggi dan proses yang sangat inovatif. Hasil yang diperoleh berupa pengendalian ukuran, bentuk, struktur, morfologi dan ikatan molekul, supermolekul, material nano, bahan dan peralatan dengan struktur nano.
Integrasi antara konsep fisik yang top-down dengan konsep kimia dan biologi yang bottom-up mungkin diperlukan untuk menciptakan struktur nano yang fungsional dan dioperasikan pada skala mesoskopi. Sifat-sifat dan keunggulan yang ingin dituju melalui struktur pori, dispersi dan morfologi ini di antaranya adalah: (i) peningkatan kekuatan mekanik; (ii) superkonduktifitas; (iii) daya cakupan kinerja bahan; (iv) kemampuan dalam pemanfaatan bahan bernilai tinggi; (v) nilai keramahan lingkungan. Untuk mencapainya diperlukan kemampuan yang menjadi prasyarat keberhasilan seperti: (i) preparasi partikel secara efektif; (ii) stabilisasi fasa; (iii) peningkatan skala dan pengendalian prosesnya; (iv) kemampuan dalam analisis. Dengan sifat-sifat unggul partikulat nano yang terdispersi tersebut, diharapkan dapat diperoleh aplikasi dan pemanfaatannya untuk keperluan kosmetika, obat-obatan, microelectronical mechanical
system (MEMS), pencetakan, logam campurn baru, bahan magnetik, semiconductor dan sensor dan lainnya termasuk katalisis.
DI INDONESIA, peran teknologi nano dan katalisis dapat dikembangkan untuk memanfaatkan hasil dari sumber daya alam yang melimpah untuk menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi, baik dalam sektor energi, pangan dan kesehatan, teknologi informasi dan komunikasi, transportasi hingga permasalahan di sektor pertahanan dan keamanan.
Contoh Nanoteknologi Dan Pembuatan
Fuel cell, mungkin sudah tidak asing ditelinga kita. Dewasa ini seiring dengan makin mahalnya, terbatasnya minyak bumi dan efek rumah kaca yang sudah mengglobal, pemakaian energi alternatif yang ramah lingkungan dan sustainable sangatlah diperlukan.
Salah satunya adalah energi hydrogen. Hydrogen merupakan salah satu zat kimia yang penting di dunia, yang dikonsumsi oelh dunia mencapai 50 juta ton/tahunnya. Untuk menggubah hydrogen, yang memiliki energy carrier, untuk menjadi listrik, diperlukan sebuah alat yang dinamakan fuel cell. Pada kesempatan kali ini akan dicoba dibahas tentang fuel cell, mulai dari sejarahnya hingga perkembangan saat ini dengan menggunakan bahasa yang sederhana. Semoga bermanfaat.
Prinsip Fuel cell
Mungkin kita masih ingat dengan sel volta ketika pelajaran SMU. Prinsip fuel cell sendiri sangatlah mirip dengan sel volta yaitu mengubah energi kimia menjadi energi listrik. Bagian terpenting pada Fuel cell adalah 2 lapis elektroda dan elektrolit. Elektrolit disini adalah zat yang akan membiarkan ion lewat, namun tidak halnya dengan elektron.
Pada anoda, H2 dialirkan, kemudian platina (Pt) yang terdapat pada pada anoda akan bekerja sebagai katalis, yang kemudian akan gmengambilh elektron dari atom hidrogen. Kemudian, ion H+ yang terbentuk akan melewati elektrolit, sedangkan elektron tetap tertinggal di anoda. Pada katoda, oksigen dialirkan.
Kemudian, ion H+ yg melewati elektrolit akan berikatan dengan oksigen menghasilkan air dengan bantuan platina yg terkandung pd katoda sebagai katalis. Reaksi ini akan berlangsung jika ada elektron. Pada anoda terdapat elektron, sedangkan pada katoda membutuhkan elektron. Sehingga, jika anoda dan katoda dihubungkan maka elektron akan mengalir. Hal ini lah yang menjadi prinsip dasar dari fuel cell.
1 unit fuel cell yang terdiri atas 2 buah Pt Elektroda dan elektrolit disebut sel tunggal. Tegangan yang diperoleh dari 1 buah sel tunggal ini berkisar 1 volt , sama dengan sel kering. Untuk mampu menghasilkan tegangan yang tinggi/yang dinginkan maka sel tersebut bisa disusun secara seri/pararel. Kumpulan dari banyak sel tunggal ini disebut stack.
Untuk membuat stack, selain dibutuhkan sel tunggal, juga diperlukan sel seperator. Agar bisa digunakan pada hp, diperlukan beberapa single cell. Sedangkan utk penggunaan rumah tangga diperlukan 20 lebih dan utk mobil diperlukan 200 lebih single cell. Sehingga Pt elektroda, elektrolit, dan sel separator yang dibutuhkan ikut meningkat. Saat ini harga dari bahan2 tersebut sangatlah mahal. sehingga utk diterapkan pada mobil masih terbilang mahal.
Sejak dipergunakan untuk pengembangan eksplorasi luar angkasa oleh NASA, fuel cell mulai mendapat perhatian khusus dari para peniliti. Hingga saat ini, telah muncul berbagai macam jenis fuel cell. Berdasarkan atas perbedaan elektrolit yg digunakan, fuel cell dapat dibagi menjadi 4 tipe. Keempat tipe tersebut, suhu dan skala energi yang dihasilkan pun berbeda. 4 tipe tersebut kemudian bisa dipisah menjadi 2, yaitu yang bekerja pada suhu tinggi (dua tipe) dan pada suhu rendah (2 tipe) .
Tipe pada suhu tinggi adalah MCFC (Molten Carbonate Fuel Cell) dan SOFC (Solid Oxide Fuel Cell). Kedua tipe ini berkerja pada suhu 500-1000 C. Pada suhu tinggi, kecepatan reaksi bisa berlangsung cepat, sehingga pada fuel cell tipe ini tidak diperlukan katalis (Pt). Namun pada suhu tinggi pula, diperlukan bahan yang mempunya durability bagus dan tahan akan korosi. MCFC bekerja pada suhu 650 C, dan elektrolit yang digunakan adalah garam karbonat (Li2CO3, K2CO3, dll) dalam bentuk larutan.
Sedangkan SOFC, bekerja pada suhu 1000 C, dengan keramik padat (misal, ZrO2 ) sebagai elektrolitnya. MCFC dan SOFC sendiri hingga saat ini masih tahap laboraturium, dan belum dikomersilkan. Diharapkan di masa depan bisa diterapkan dalan skala besar. Dan apabila teknologi dimana suhu kerja bisa diturunkan berkembang, bukan tidak mungkin kelak kedua fuel cell tipe ini bisa diterapkan dalam skala rumah tangga.
Sedangkan untuk tipe suhu rendah adalah PAFC (Phosphoric acid Fuel Cell) dan PEFC (Proton Exchange Membrane Fuel Cell). Pada kedua tipe ini, berkerja pada suhu dibawah 200 C. keunggulan pada tipe ini adalah waktu utk mengaktifkannya cukup cepat dan bisa diterapkan dalam skala kecil.
Namun, karena memerlukan Pt, yg harganya cukup mahal, sbg elektroda, maka biayanya pun menjadi mahal. PAFC bekerja pada suhu 200 C, dan asam fosfat (H3PO4) sebagai elektrolitnya. Ditemukan pada tahun 1967, dan sejak tahun 1980-an, khususnya di Jepang dan Amerika, mulai dipergunakan pada hotel, rumah sakit, dan lain lain. Diantara 4 tipe fuel cell, tipe inilah yang paling cepat untuk dikomersilkan.
PEFC bekerja pada suhu dibawah 100 C, membran polimer sebagai elektrolitnya. Karena menggunakan lapisan tipis membran polimer, ukuran secara kesulurahan sangatlah kecil. Dewasa ini, penggunaan fuel cell tipe ini sudah cukup luas digunakan, mulai dari mobil hingga hp.
JIKA berbicara tentang keunggulan fuel cell, maka salah satunya adalah tingkat efisiensi energi yang dihasilkan. Jika pada pembangkit listrik tenaga termal, suhu pembakaran sekitar 550 C, secara teoritis memiliki tingkat efisiensinya maksimal 60 %.
Namun untuk fuel cell yang menggunakan hydrogen sebagai sumber energinya, pada suhu kamar pun, secara teoritis memiliki tingkat efisiensi mencapai 83 %. Kenapa tingkat efisiensi dari fuel cell, bisa tinggi? Agar lebih mudah dipahami mungkin kita bisa mengambil contoh dari perbandingan filamen pada bohlam dan LED (Light Emitting Dioda). Filamen pada lampu bohlam, akan mengubah energi listri menjadi energi panas terlebih dahulu. Kemudian dari energi panas diubah menjadi energi cahaya.
Namun energi panas yang seharusnya diubah menjadi energi listrik, kebanyakan lolos keluar menuju lingkungan. Hal ini dapat dirasakan dengan memegang lampu bohlam yang terasa hangat. Sedangkan pada LED, energi listrik segera diubah menjadi energi cahaya, tanpa diubah terlebih dahulu menjadi energi panas. Sehingga daya yang hilang dan konsumsi daya dari LED sangat kecil bila dibanding lampu bohlam.
Seperti halnya contoh diatas, pada pembangkit listrik tenaga thermal, bahan bakarnya terlebih dahulu diubah menjadi energi panas (dibakar), kemudian baru diubah menjadi energi listrik. Dengan perlakuan seperti itu, resiko loss (kehilangan) akan sangat besar, khususnya ketika pengubahan energi panas menjadi energi listrik, banyak energi panas yang lolos.
Hal inilah penyebab rendahnya efisiensi pada pembangkit listrik tenaga thermal. Berbeda dengan pembangkit listrik tenaga thermal, pada fuel cell, bahan bakar (hidrogen) secara langsung diubah menjadi energi listrik tanpa melewati perubahan ke energi panas terlebih dahulu. Hal ini lah yang menyababkan tingkat efisiensi pada fuel cell tinggi.
Kendala terbesar pada fuel cell adalah terletak pada biaya, akibat mahalnya platina. Sebagai gambaran, pada PEFC, salah satu tipe fuel cell, yang digunakan pada mobil/rumah tangga (dengan daya 100 K Watt) dibutuhkan sekitar 100 gram platina. Jika seandainya harga platina saat ini sekitar 8000 yen (sekitar Rp 620.000) maka untuk 100 gram platina berkisar 800.000 yen (sekitar 62 juta).
Sangatlah mahal. Selain itu diperkirakan platina yang terkandung dibumi hanya berkisar 28.000 ton. Sehingga bisa disimpulkan@apabila tidak ditemukan alternatif pengganti platina, yang jumlahnya sangat terbatas dan harganya yang sangat mahal, maka fuel cell tinggallah mimpi belaka.
Untuk itu, ada beberapa cara yang dikembangkan. Salah satunya adalah dengan menghemat penggunaan platina, yaitu cukup digunakan partikel platina saja (diameter berkisar 2 nm) bukan logam secara kesuluruhan. Partikel platina tersebut kemudian dilekatkan pada carbon yang telah dipadatkan dengan teknologi karbon nanotube.
Dengan perkembangan nanoteknologi saat ini, muncul teknologi karbon nanohorn yang dikembangkan oleh perusahaan jepang, NEC, yang mampu memperluas permukaan partikel platina sehingga meningkatkan daya yang dihasilkan (output) sekitar 20 %. Cara lainnya adalah menggantikan platina dengan logam lain. Salah satu logam yang potensial adalah perpaduan kobalt dengan nikel.
QuantumSphare Inc., perusahaan yang berbasis di California, mengklaim berhasil mengembangan nanomaterial nikel-kobalt yang mampu menggantikan penggunaan platina pada fuel cell. Dan mampu menghemat biaya pembuatan fuel cell hingga 50 %. Namun perlu pengorbanan kecil pada performance dari fuel cell. Sebagai perbandingan, jika menggantikan platina pada katoda secara kesuluruhan (7.7 mikrogram/cm2) dengan nikel-kobalt, akan menghemat biaya 90% namun performance, dibanding platina murni, turun 27 %. DMFC (Direct Methanol Fuel Cell).
DMFC merupakan salah satu jenis PMFC, dengan methanol sebagai bahan bakarnya. Keunggulan dari DMFC ini, terletak pada methanol. Berbeda dengan hidrogen, yang sangat sulit untuk dibawa kemana-mana, methanol dapat disimpan dalam botol plastik sehingga dapat dibawa ketika berpergian. *** - 28 Agustus 2007
Sumber :
Renny Futeri
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Andalas Padang,
http://www.riauinfo.com/main/news.php?c=7&id=2164
6 September 2009
Nanoteknologi, Antara Impian dan Kenyataan
Sudah menjadi rahasia umum bahwa negara-negara maju di dunia, seperti Amerika Serikat, Jepang, Australia, Kanada
dan negara-negara Eropa, serta beberapa negara Asia, seperti Singapura, Cina, dan Korea tengah giat-giatnya
mengembangkan suatu cabang baru teknologi yang populer disebut Nanoteknologi. Milyaran dollar dana mulai dikucurkan
di negara-negara ini, di berbagai bidang penelitian. Semuanya berlomba-lomba menggunakan kata kunci Nanoteknologi.
Sebenarnya apa itu nanoteknologi? Dan mengapakah begitu banyak peneliti di berbagai negara berlomba-lomba
memasuki bidang yang satu ini? Seberapa luaskah ruang lingkupnya? Mengapakah baru beberapa tahun ini terjadi boom
nanoteknologi?
Sesuai dengan namanya, nanoteknologi adalah teknologi pada skala nanometer, atau sepersemilyar meter. Untuk dapat
membayangkan dimensi nanometer, bisa kita ambil contoh dari tubuh kita sendiri.
Sehelai rambut manusia kira-kira memiliki diameter 50 mikrometer. Satu mikrometer sendiri adalah seperseribu
milimeter. Dan satu milimeter adalah ukuran satuan panjang terkecil pada penggaris tulis 30 cm yang biasa dipakai
anak-anak sekolah. Dan satu nanometer adalah seperseribu mikrometer, atau kira-kira sama dengan diameter rambut
kita yang telah dibelah 50.000 kali!! Sebagai perbandingan lain, ukuran sel darah merah kita adalah sekitar 20 mikro
meter, dan sel bakteri perut adalah 2 mikro meter. Protein memiliki ukuran beberapa puluh nanometer.
Dari sudut pandang ukuran atas ke bawah (top-down) seperti itu, nanoteknologi menjadi penting dalam dunia rekayasa
karena manusia berusaha untuk mengintegrasikan suatu fungsi atau kerja dalam skala ukuran yang lebih kecil dan lebih
kecil. Mengapa? Orang bilang, "small is beautiful (kecil itu indah)", tetapi, tentu saja mengintegrasikan suatu fungsi mesin
atau perkakas dalam ukuran yang lebih kecil bukan hanya berarti memperindahnya tapi juga berarti memperkecil energi
yang diperlukan per suatu fungsi kerja dan berarti pula mempercepat proses serta mempermurah biaya pekerjaan.
Sebagai contoh yang mudah kita pahami adalah apa yang terjadi pada dunia komputer dan mikroprosesor. Pabrik-pabrik
mikroprosesor seperti IBM, Intel dan Motorola terus berusaha mempertinggi tingkat integrasi mikroprosesornya.
Sekira sepuluh sampai lima belas tahun yang lalu, jarak antar gate (gerbang) MOS (Semikonduktor oksida logam) adalah
0,75 m, dan level integrasinya pada 5P 80386 hingga 80486 adalah sekira 100.000 sampai 1 juta transistor dalam satu
chip. Tapi, pada Pentium IV, teknologi pemrosesan IC (rangkaian terintegrasi) yang dipakai telah berhasil memperkecil
jarak antar gerbang menjadi hanya 0,125 m dan mencapai level integrasi hingga 100 juta transistor dalam satu keping
chip.
Jarak yang lebih kecil antar gerbang berarti makin kecilnya waktu yang diperlukan untuk perjalanan suatu elektron (artinya
switching rate makin cepat) dan berarti pula makin kecilnya daya yang diperlukan prosesor tersebut. Lebih dari itu, makin
banyak fungsi yang bisa diintegrasikan dalam prosesor tersebut, seperti built-in multimedia, pemrosesan suara, dan lain
sebagainya.
Selain itu, teknologi pemrosesan IC ini mulai digunakan pula untuk mengintegrasikan fungsi-fungsi mekanik dan elektrik
untuk membuat mesin, sensor atau aktuator pada ukuran milli, mikro, hingga nanometer. Struktur mikro yang
mengintegrasikan fungsi mekanik dan elektrik inilah yang biasa disebut Micro Electro Mechanical System (MEMS).
Sebagai contoh teknologi MEMS memungkinkan pembuatan array sensor tekanan yang berukuran demikian kecil
(Gambar 1) hingga dapat ditaruh di mana saja di suatu struktur bangunan atau mesin, misalnya.
Namun, apakah nanoteknologi hanya berkutat dengan rekayasa IC dan mikroelektronika yang kemudian diterapkan pula
untuk mikromekanika? Jika hanya demikian apakah perlunya terminologi ini demikian digembar-gemborkan akhir-;akhir
ini?
Ternyata memang nanoteknologi yang kini tengah booming tidak hanya terkait dengan rekayasa konvensional top-down IC
atau MEMS. Semuanya ini bermula dari pidato ilmiah pemenang Nobel, Richard Feynman tahun 1959, yang berjudul
"There is plenty room at the bottom" (Ada banyak ruang di bawah), yang kini banyak dikutip para peminat nanoteknologi.
Saat itu Feynman mengatakan, adalah mungkin (setidaknya saat itu masih dalam impian) untuk membuat suatu mesin
dalam ukuran demikian kecil, yang kemudian dapat digunakan untuk memanipulasi material pada skala ukuran tersebut.
Bahkan, saat itu Feynman menyatakan pula, seandainya seorang fisikawan dibekali "mesin" yang tepat untuk
memanipulasi atom dan menaruhnya pada tempat yang sesuai, maka ia secara teoritis dapat membuat senyawa atau
molekul apa saja, tentu saja yang stabil energinya (stabil = level energi minimum).
Sistem seperti itu, sekalipun bukan pada level atom, setidaknya telah ada di alam, sebagaimana telah ditulis pula oleh K.
Eric Drexler dalam landmark papernya tahun 1981, dan mengenalkan istilah molecular manufacturing (manufaktur
molekular). Dalam karya tulisnya tersebut, Drexler memberikan beberapa contoh, betapa mesin-mesin berukuran
nanometer telah ada di alam dan bagaimana mereka telah terlibat dalam penyusunan molekul dan informasi dalam sel
makhluk hidup. Misalnya, ribosom yang menyusun asam amino satu demi satu berdasarkan informasi RNA, untuk
memfabrikasi protein, kemudian sistem genetika (enzim-enzim DNA polymerase, RNA polymerase, dll) yang menyimpan
dan mengolah informasi genetik, flagella (semacam struktur 'rambut') pada bakteria sebagai motor penggerak, dan lain
sebagainya.
Kemampuan untuk memanipulasi material pada skala nanometer adalah penting, sebab pada skala ukuran inilah
material mulai membentuk sifat-sifat tertentu berdasarkan strukturnya. Pada level yang lebih kecil, level atomik (skala
Angstrom), sifat yang dimiliki adalah sifat dasar atom itu sendiri. Ketika atom mulai bergandeng satu sama lain dan
menyusun struktur molekular tertentu, sifatnya pun akan berbeda menurut struktur tersebut. Misalnya, atom Karbon (C),
yang ketika tersusun dalam struktur tetrahedron tiga dimensi akan membentuk intan yang keras, tetapi ketika tersusun
dalam struktur heksagonal dua dimensi dan membentuk lapisan-lapisan, maka yang kita dapati adalah grafit (bahan baku
pensil) yang rapuh.
Nanoteknologi manufaktur molekular diarahkan pada pengembangan metoda (misal berupa 'mesin' berukuran
nanometer) yang dapat melakukan penyusunan atom atau molekul komponen tersebut secara teratur dan terkendali untuk
membentuk struktur yang diinginkan. Model fabrikasi material bawah ke atas (bottom-up) yang berlawanan dengan
teknologi top-down konvensional seperti ini akan memungkinan pengontrolan yang amat presisi sifat material yang
terbentuk (misalnya bebas defek/cacat).
Selain itu mengurangi timbulnya limbah saat fabrikasi karena hanya atom/molekul yang akan dipakai saja yang
dimanipulasi (berbeda dengan metode atas-bawah yang kerap menimbulkan limbah akibat adanya material yang tak
terpakai), dan tentu saja kemungkinan penghematan energi yang juga berarti penghematan biaya. Sistem fotosintesis
pada tanaman misalnya adalah suatu contoh sistem manufaktur molekular dengan efisiensi energi yang tinggi.
Masalahnya kemudian, bagaimanakah komponen atom atau molekul tersebut dapat disusun? Seperti juga pendekatan
ribosom pada sel, Drexler mengusulkan dibuatnya "lengan-lengan" robot dan komponen mesin lainnya berukuran nano
yang memungkinkan untuk melakukan proses-proses layaknya fabrikasi pada level makro: sortir material, konversi energi,
penempatan material, dll.
Metode ini disebut Mekanosintesis, melakukan sintesis kimia secara mekanis. Beberapa struktur mesin ukuran nano
(yang dibentuk dari beberapa ribu hingga juta atom) telah berhasil disimulasi dengan komputer, yang berarti secara
matematis dan fisis mungkin untuk dibuat. Sebagai contoh adalah dinding ruang berisi bahan material dan rotor pompa
yang berfungsi memilih secara selektif atom Neon (Ne) untuk siap dipakai pada proses selanjutnya (Gambar 2).
Masalah berikutnya, seandainya struktur seperti itu memang "mungkin" (baca: stabil secara termodinamis) untuk dibuat,
bagaimanakah proses untuk membuat struktur-struktur awal yang akan digunakan sebagai mesin-mesin untuk fabrikasi
nano berikutnya? Dan dari manakah energi penggerak mulanya?
Beberapa alternatif telah mulai diusulkan dicoba untuk mengatasi masalah pertama. Nadrian Seeman mencoba untuk
membuat struktur-struktur dasar tersebut dari molekul DNA (asam deoksiribonukleat, senyawa dasar gen) dengan
mengandalkan sifat swa-rakit (self-assembly) dari DNA, yaitu Adenin berikatan dengan Thymin dan Guanin berikatan
dengan Cytosin.
Dengan mensintesis DNA dengan deret tertentu, Seeman berhasil membuat bentuk-bentuk dasar kubus dan devais
nanomekanik DNA. Peneliti lain di NASA Ames Research Center mensimulasi penggunaan Tabung Nano Karbon (suatu
struktur atom karbon berbentuk tabung berdimensi nanometer yang disintesis dengan prinsip swa-rakit dari karbon,
menggunakan katalis logam tertentu) untuk membentuk gir dan poros mesin. Struktur gir atau poros bisa dibuat dari
tabung nano karbon dengan reaksi kimia tertentu untuk "menempatkan" gugus molekul kimia berbentuk roda (misal
benzena) di sekeliling tabung (Gambar 3).
Cara lain untuk menyusun komponen atom atau molekul pada tahap awal ini adalah dengan menggunakan instrumen
nanoteknologi, seperti Mikroskop Gaya Atom (Atomic Force Microscope, AFM), dan Mikroskop Pemindaian Terobosan
Elektron (Scanning Tunneling Microscope, STM). Prinsip dasar kedua mikroskop tersebut adalah seperti menggerakkan
"tangan peraba" dalam koordinat x-y, sambil mempertahankan jarak (koordinat z) antara "tangan peraba" dengan sampel
yang dipelajari (Gambar 4).
Disebut "tangan peraba" karena memang mikroskop-mikroskop ini tidak lagi memakai cahaya sebagai alat pencitraan
akibat keterbatasan cahaya pada skala nanometer (adanya efek difraksi cahaya). AFM mendeteksi gaya non kovalen (non
ikatan kimia, seperti gaya elektrostatik dan gaya Van der Waals) antara sampel dengan "tangan peraba", sedangkan STM
mendeteksi terobosan elektron dari "tangan peraba" yang menembus sampel dan diterima suatu detektor di bawah
sampel.
Mula-mula memang instrumen-instrumen ini terbatas hanya digunakan untuk keperluan karakterisasi atau 'pencitraan'
sampel. Tapi, belakangan ini, mulai pula digunakan untuk memanipulasi molekul dan atom. Dengan mengubah besar
arus terobosan pada STM misalnya, kita bisa mengambil atom O dan mereaksikannya dengan molekul CO untuk
membentuk molekul CO2 dan semuanya ini dilakukan dengan presisi molekul tunggal. Pada reaksi kimia biasa,
diperlukan cukup banyak komponen molekul yang bereaksi untuk memungkinkan, secara statistik, terjadinya "tumbukan"
antar molekul tersebut.
Berkenaan dengan masalah suplai energi struktur mesin pada skala nano, Prof. Montemagno di University of California at
Los Angeles telah berhasil mencoba menggunakan bio-nanomotor alami F1-ATPase untuk menggerakkan propeler yang
dibuat dengan teknologi MEMS. Bernard Yurke di Bell Labs. menggunakan DNA untuk mencoba membuat nano-motor.
Alternatif lain yang mungkin adalah mengkombinasikan nanoteknologi atas-bawah MEMS dengan nanoteknologi
bawah-atas. Motor elektrik dan pembangkit energi (misal baterai lapisan tipis) pada skala mikrometer dengan teknologi
MEMS telah banyak dilaporkan. Berikutnya tinggal mentransmisikan gerak dari motor tersebut ke struktur "lengan" robot
pada skala yang lebih kecil - nanometer.
Impian nanoteknologi untuk dapat memanipulasi bahan dengan tingkat fleksibilitas sama dengan yang telah dicapai
manusia dalam memanipulasi data dengan teknologi informasi, mungkin masih terasa jauh dan masih banyak pekerjaan
rumah yang harus dilakukan. Namun, dalam perkembangannya yang masih muda saat ini pun, nanoteknologi telah
memberikan warna baru dalam bidang-bidang lain.
Penerapan nanoteknologi dalam bioteknologi analitis misalnya memungkinkan metode-metode baru yang jauh lebih
sensitif dan stabil dibandingkan metode konvensional. Perkembangan MEMS, yang sekalipun berangkat dari teknologi
konvensional IC, masih berlangsung demikian pesat, dengan adanya aplikasi-aplikasi baru dalam optik (muncul MOEMS -
Micro Optical Electro Mechanical System), dalam sistem sensor terintegrasi nir-kawat, dan juga dalam aplikasi RF (Radio
Frequency)-MEMS.
Pada pengembangan nanoteknologi inilah demikian terasa, betapa latar belakang ilmu dan teknologi yang multi disiplin
sangat diperlukan: matematika untuk pemodelan, fisika untuk pemahaman fenomena-fenomena gaya dan energi, kimia
(anorganik maupun organik) untuk pemahaman sifat material, serta biologi untuk pembelajaran sistem-sistem rekayasa
pada makhluk hidup.
Selain itu kreativitas dan daya kreasi yang tinggi sangat diperlukan untuk menemukan terobosan teknik dan metoda baru,
serta aplikasi yang cocok. Tentu saja keluhuran moral dan agama tetap diperlukan agar penerapan teknologi ini tidak
malah merugikan keberlangsungan hidup ummat manusia.
Sumber :
Dedy H.B. Wicaksono, Alumnus Teknik Fisika ITB, kandidat doktor bidang Biomimetic Sensor di Dept. Microelectronics, Technische Universiteit Delft, Belanda.
Pikiran Rakyat, dalam :
http://www.duniaesai.com/sains/sains3.html
6 September 2009
dan negara-negara Eropa, serta beberapa negara Asia, seperti Singapura, Cina, dan Korea tengah giat-giatnya
mengembangkan suatu cabang baru teknologi yang populer disebut Nanoteknologi. Milyaran dollar dana mulai dikucurkan
di negara-negara ini, di berbagai bidang penelitian. Semuanya berlomba-lomba menggunakan kata kunci Nanoteknologi.
Sebenarnya apa itu nanoteknologi? Dan mengapakah begitu banyak peneliti di berbagai negara berlomba-lomba
memasuki bidang yang satu ini? Seberapa luaskah ruang lingkupnya? Mengapakah baru beberapa tahun ini terjadi boom
nanoteknologi?
Sesuai dengan namanya, nanoteknologi adalah teknologi pada skala nanometer, atau sepersemilyar meter. Untuk dapat
membayangkan dimensi nanometer, bisa kita ambil contoh dari tubuh kita sendiri.
Sehelai rambut manusia kira-kira memiliki diameter 50 mikrometer. Satu mikrometer sendiri adalah seperseribu
milimeter. Dan satu milimeter adalah ukuran satuan panjang terkecil pada penggaris tulis 30 cm yang biasa dipakai
anak-anak sekolah. Dan satu nanometer adalah seperseribu mikrometer, atau kira-kira sama dengan diameter rambut
kita yang telah dibelah 50.000 kali!! Sebagai perbandingan lain, ukuran sel darah merah kita adalah sekitar 20 mikro
meter, dan sel bakteri perut adalah 2 mikro meter. Protein memiliki ukuran beberapa puluh nanometer.
Dari sudut pandang ukuran atas ke bawah (top-down) seperti itu, nanoteknologi menjadi penting dalam dunia rekayasa
karena manusia berusaha untuk mengintegrasikan suatu fungsi atau kerja dalam skala ukuran yang lebih kecil dan lebih
kecil. Mengapa? Orang bilang, "small is beautiful (kecil itu indah)", tetapi, tentu saja mengintegrasikan suatu fungsi mesin
atau perkakas dalam ukuran yang lebih kecil bukan hanya berarti memperindahnya tapi juga berarti memperkecil energi
yang diperlukan per suatu fungsi kerja dan berarti pula mempercepat proses serta mempermurah biaya pekerjaan.
Sebagai contoh yang mudah kita pahami adalah apa yang terjadi pada dunia komputer dan mikroprosesor. Pabrik-pabrik
mikroprosesor seperti IBM, Intel dan Motorola terus berusaha mempertinggi tingkat integrasi mikroprosesornya.
Sekira sepuluh sampai lima belas tahun yang lalu, jarak antar gate (gerbang) MOS (Semikonduktor oksida logam) adalah
0,75 m, dan level integrasinya pada 5P 80386 hingga 80486 adalah sekira 100.000 sampai 1 juta transistor dalam satu
chip. Tapi, pada Pentium IV, teknologi pemrosesan IC (rangkaian terintegrasi) yang dipakai telah berhasil memperkecil
jarak antar gerbang menjadi hanya 0,125 m dan mencapai level integrasi hingga 100 juta transistor dalam satu keping
chip.
Jarak yang lebih kecil antar gerbang berarti makin kecilnya waktu yang diperlukan untuk perjalanan suatu elektron (artinya
switching rate makin cepat) dan berarti pula makin kecilnya daya yang diperlukan prosesor tersebut. Lebih dari itu, makin
banyak fungsi yang bisa diintegrasikan dalam prosesor tersebut, seperti built-in multimedia, pemrosesan suara, dan lain
sebagainya.
Selain itu, teknologi pemrosesan IC ini mulai digunakan pula untuk mengintegrasikan fungsi-fungsi mekanik dan elektrik
untuk membuat mesin, sensor atau aktuator pada ukuran milli, mikro, hingga nanometer. Struktur mikro yang
mengintegrasikan fungsi mekanik dan elektrik inilah yang biasa disebut Micro Electro Mechanical System (MEMS).
Sebagai contoh teknologi MEMS memungkinkan pembuatan array sensor tekanan yang berukuran demikian kecil
(Gambar 1) hingga dapat ditaruh di mana saja di suatu struktur bangunan atau mesin, misalnya.
Namun, apakah nanoteknologi hanya berkutat dengan rekayasa IC dan mikroelektronika yang kemudian diterapkan pula
untuk mikromekanika? Jika hanya demikian apakah perlunya terminologi ini demikian digembar-gemborkan akhir-;akhir
ini?
Ternyata memang nanoteknologi yang kini tengah booming tidak hanya terkait dengan rekayasa konvensional top-down IC
atau MEMS. Semuanya ini bermula dari pidato ilmiah pemenang Nobel, Richard Feynman tahun 1959, yang berjudul
"There is plenty room at the bottom" (Ada banyak ruang di bawah), yang kini banyak dikutip para peminat nanoteknologi.
Saat itu Feynman mengatakan, adalah mungkin (setidaknya saat itu masih dalam impian) untuk membuat suatu mesin
dalam ukuran demikian kecil, yang kemudian dapat digunakan untuk memanipulasi material pada skala ukuran tersebut.
Bahkan, saat itu Feynman menyatakan pula, seandainya seorang fisikawan dibekali "mesin" yang tepat untuk
memanipulasi atom dan menaruhnya pada tempat yang sesuai, maka ia secara teoritis dapat membuat senyawa atau
molekul apa saja, tentu saja yang stabil energinya (stabil = level energi minimum).
Sistem seperti itu, sekalipun bukan pada level atom, setidaknya telah ada di alam, sebagaimana telah ditulis pula oleh K.
Eric Drexler dalam landmark papernya tahun 1981, dan mengenalkan istilah molecular manufacturing (manufaktur
molekular). Dalam karya tulisnya tersebut, Drexler memberikan beberapa contoh, betapa mesin-mesin berukuran
nanometer telah ada di alam dan bagaimana mereka telah terlibat dalam penyusunan molekul dan informasi dalam sel
makhluk hidup. Misalnya, ribosom yang menyusun asam amino satu demi satu berdasarkan informasi RNA, untuk
memfabrikasi protein, kemudian sistem genetika (enzim-enzim DNA polymerase, RNA polymerase, dll) yang menyimpan
dan mengolah informasi genetik, flagella (semacam struktur 'rambut') pada bakteria sebagai motor penggerak, dan lain
sebagainya.
Kemampuan untuk memanipulasi material pada skala nanometer adalah penting, sebab pada skala ukuran inilah
material mulai membentuk sifat-sifat tertentu berdasarkan strukturnya. Pada level yang lebih kecil, level atomik (skala
Angstrom), sifat yang dimiliki adalah sifat dasar atom itu sendiri. Ketika atom mulai bergandeng satu sama lain dan
menyusun struktur molekular tertentu, sifatnya pun akan berbeda menurut struktur tersebut. Misalnya, atom Karbon (C),
yang ketika tersusun dalam struktur tetrahedron tiga dimensi akan membentuk intan yang keras, tetapi ketika tersusun
dalam struktur heksagonal dua dimensi dan membentuk lapisan-lapisan, maka yang kita dapati adalah grafit (bahan baku
pensil) yang rapuh.
Nanoteknologi manufaktur molekular diarahkan pada pengembangan metoda (misal berupa 'mesin' berukuran
nanometer) yang dapat melakukan penyusunan atom atau molekul komponen tersebut secara teratur dan terkendali untuk
membentuk struktur yang diinginkan. Model fabrikasi material bawah ke atas (bottom-up) yang berlawanan dengan
teknologi top-down konvensional seperti ini akan memungkinan pengontrolan yang amat presisi sifat material yang
terbentuk (misalnya bebas defek/cacat).
Selain itu mengurangi timbulnya limbah saat fabrikasi karena hanya atom/molekul yang akan dipakai saja yang
dimanipulasi (berbeda dengan metode atas-bawah yang kerap menimbulkan limbah akibat adanya material yang tak
terpakai), dan tentu saja kemungkinan penghematan energi yang juga berarti penghematan biaya. Sistem fotosintesis
pada tanaman misalnya adalah suatu contoh sistem manufaktur molekular dengan efisiensi energi yang tinggi.
Masalahnya kemudian, bagaimanakah komponen atom atau molekul tersebut dapat disusun? Seperti juga pendekatan
ribosom pada sel, Drexler mengusulkan dibuatnya "lengan-lengan" robot dan komponen mesin lainnya berukuran nano
yang memungkinkan untuk melakukan proses-proses layaknya fabrikasi pada level makro: sortir material, konversi energi,
penempatan material, dll.
Metode ini disebut Mekanosintesis, melakukan sintesis kimia secara mekanis. Beberapa struktur mesin ukuran nano
(yang dibentuk dari beberapa ribu hingga juta atom) telah berhasil disimulasi dengan komputer, yang berarti secara
matematis dan fisis mungkin untuk dibuat. Sebagai contoh adalah dinding ruang berisi bahan material dan rotor pompa
yang berfungsi memilih secara selektif atom Neon (Ne) untuk siap dipakai pada proses selanjutnya (Gambar 2).
Masalah berikutnya, seandainya struktur seperti itu memang "mungkin" (baca: stabil secara termodinamis) untuk dibuat,
bagaimanakah proses untuk membuat struktur-struktur awal yang akan digunakan sebagai mesin-mesin untuk fabrikasi
nano berikutnya? Dan dari manakah energi penggerak mulanya?
Beberapa alternatif telah mulai diusulkan dicoba untuk mengatasi masalah pertama. Nadrian Seeman mencoba untuk
membuat struktur-struktur dasar tersebut dari molekul DNA (asam deoksiribonukleat, senyawa dasar gen) dengan
mengandalkan sifat swa-rakit (self-assembly) dari DNA, yaitu Adenin berikatan dengan Thymin dan Guanin berikatan
dengan Cytosin.
Dengan mensintesis DNA dengan deret tertentu, Seeman berhasil membuat bentuk-bentuk dasar kubus dan devais
nanomekanik DNA. Peneliti lain di NASA Ames Research Center mensimulasi penggunaan Tabung Nano Karbon (suatu
struktur atom karbon berbentuk tabung berdimensi nanometer yang disintesis dengan prinsip swa-rakit dari karbon,
menggunakan katalis logam tertentu) untuk membentuk gir dan poros mesin. Struktur gir atau poros bisa dibuat dari
tabung nano karbon dengan reaksi kimia tertentu untuk "menempatkan" gugus molekul kimia berbentuk roda (misal
benzena) di sekeliling tabung (Gambar 3).
Cara lain untuk menyusun komponen atom atau molekul pada tahap awal ini adalah dengan menggunakan instrumen
nanoteknologi, seperti Mikroskop Gaya Atom (Atomic Force Microscope, AFM), dan Mikroskop Pemindaian Terobosan
Elektron (Scanning Tunneling Microscope, STM). Prinsip dasar kedua mikroskop tersebut adalah seperti menggerakkan
"tangan peraba" dalam koordinat x-y, sambil mempertahankan jarak (koordinat z) antara "tangan peraba" dengan sampel
yang dipelajari (Gambar 4).
Disebut "tangan peraba" karena memang mikroskop-mikroskop ini tidak lagi memakai cahaya sebagai alat pencitraan
akibat keterbatasan cahaya pada skala nanometer (adanya efek difraksi cahaya). AFM mendeteksi gaya non kovalen (non
ikatan kimia, seperti gaya elektrostatik dan gaya Van der Waals) antara sampel dengan "tangan peraba", sedangkan STM
mendeteksi terobosan elektron dari "tangan peraba" yang menembus sampel dan diterima suatu detektor di bawah
sampel.
Mula-mula memang instrumen-instrumen ini terbatas hanya digunakan untuk keperluan karakterisasi atau 'pencitraan'
sampel. Tapi, belakangan ini, mulai pula digunakan untuk memanipulasi molekul dan atom. Dengan mengubah besar
arus terobosan pada STM misalnya, kita bisa mengambil atom O dan mereaksikannya dengan molekul CO untuk
membentuk molekul CO2 dan semuanya ini dilakukan dengan presisi molekul tunggal. Pada reaksi kimia biasa,
diperlukan cukup banyak komponen molekul yang bereaksi untuk memungkinkan, secara statistik, terjadinya "tumbukan"
antar molekul tersebut.
Berkenaan dengan masalah suplai energi struktur mesin pada skala nano, Prof. Montemagno di University of California at
Los Angeles telah berhasil mencoba menggunakan bio-nanomotor alami F1-ATPase untuk menggerakkan propeler yang
dibuat dengan teknologi MEMS. Bernard Yurke di Bell Labs. menggunakan DNA untuk mencoba membuat nano-motor.
Alternatif lain yang mungkin adalah mengkombinasikan nanoteknologi atas-bawah MEMS dengan nanoteknologi
bawah-atas. Motor elektrik dan pembangkit energi (misal baterai lapisan tipis) pada skala mikrometer dengan teknologi
MEMS telah banyak dilaporkan. Berikutnya tinggal mentransmisikan gerak dari motor tersebut ke struktur "lengan" robot
pada skala yang lebih kecil - nanometer.
Impian nanoteknologi untuk dapat memanipulasi bahan dengan tingkat fleksibilitas sama dengan yang telah dicapai
manusia dalam memanipulasi data dengan teknologi informasi, mungkin masih terasa jauh dan masih banyak pekerjaan
rumah yang harus dilakukan. Namun, dalam perkembangannya yang masih muda saat ini pun, nanoteknologi telah
memberikan warna baru dalam bidang-bidang lain.
Penerapan nanoteknologi dalam bioteknologi analitis misalnya memungkinkan metode-metode baru yang jauh lebih
sensitif dan stabil dibandingkan metode konvensional. Perkembangan MEMS, yang sekalipun berangkat dari teknologi
konvensional IC, masih berlangsung demikian pesat, dengan adanya aplikasi-aplikasi baru dalam optik (muncul MOEMS -
Micro Optical Electro Mechanical System), dalam sistem sensor terintegrasi nir-kawat, dan juga dalam aplikasi RF (Radio
Frequency)-MEMS.
Pada pengembangan nanoteknologi inilah demikian terasa, betapa latar belakang ilmu dan teknologi yang multi disiplin
sangat diperlukan: matematika untuk pemodelan, fisika untuk pemahaman fenomena-fenomena gaya dan energi, kimia
(anorganik maupun organik) untuk pemahaman sifat material, serta biologi untuk pembelajaran sistem-sistem rekayasa
pada makhluk hidup.
Selain itu kreativitas dan daya kreasi yang tinggi sangat diperlukan untuk menemukan terobosan teknik dan metoda baru,
serta aplikasi yang cocok. Tentu saja keluhuran moral dan agama tetap diperlukan agar penerapan teknologi ini tidak
malah merugikan keberlangsungan hidup ummat manusia.
Sumber :
Dedy H.B. Wicaksono, Alumnus Teknik Fisika ITB, kandidat doktor bidang Biomimetic Sensor di Dept. Microelectronics, Technische Universiteit Delft, Belanda.
Pikiran Rakyat, dalam :
http://www.duniaesai.com/sains/sains3.html
6 September 2009
Nanoteknologi Pangan Sebaiknya pada Kemasan
Direktur PT Embrio Biotekindo, laboratorium pangan berbasis di Bogor, Florentinus Gregorius Winarno, menyarankan sebaiknya penggunaan nanoteknologi di bidang pangan diarahkan ke produk kemasan dahulu. "Hal ini mempertimbangkan risikonya terhadap pangan yang masih gelap bagi kalangan ilmuwan sendiri," katanya dalam seminar "Nanoteknologi bagi Industri Pangan, Minuman, Farmasi dan Kosmetik" di IPB International Convention Center, Bogor, hari ini.
Rektor Universitas Kristen Atmajaya Jakarta itu memaparkan peluang pemanfaatan teknologi nano pada kemasan dalam bentuk pemakaian partikel clay nano, yakni potongan-potongan partikel skala nano (seukuran sepermiliar meter) yang dapat disisipkan di seluruh lapisan kemasan pangan, seperti plastik.
Penggunaan partikel nano ini akan dapat memperbaiki bahan kemasan plastik yang saat ini lazim dipakai untuk melindungi produk makanan. Partikel ini, kata dia, dapat memperlambat oksigen, karbon dioksida, dan air (H2O) keluar atau masuk ke makanan, sehingga meningkatkan daya tahan produk tersebut.
Menurut Winarno, ada berbagai jenis partikel nano yang memiliki manfaat sesuai kebutuhan, seperti partikel nano yang antibakteri dan teknologi nano yang membuat kemasan dapat dimakan, yang dikenal sebagai food savety packaging.
Teknologi nano pada kemasan yang lebih maju lagi, kata dia, disebut kemasan pintar (smart packaging), karena kemasan tersebut mampu "melaporkan" perubahan suhu, kehadiran patogen, kesegaran, integritas dan kelembaban pangan bersangkutan.
"Pada kemasan itu ada semacam gambar yang akan berpendar bila makanan di dalamnya, misalnya, berubah suhunya atau sudah tidak segar lagi," kata Winarno. Hal ini akan membantu konsumen untuk tidak membeli produk yang sudah tidak segar lagi atau beracun.
Dalam kesempatan itu, Winarno juga memaparkan contoh-contoh produk yang sudah ada dan memakai teknologi nano, seperti peralatan yang dapat membersihkan diri sendiri atau menolak debu (nanoparticle dirt repelling) yang digunakan untuk kaca jendela dan pakaian. "Jadi, kaca jendela itu tak perlu dibersihkan lagi, karena bila ada angin yang menyentuhnya, dia akan langsung membersihkan dirinya (melepas debu pada kaca yang dilapisi partikel nano)," katanya.- 11 Agustus 2009
Sumber :
Kurniawan
http://www.tempointeraktif.com/hg/iptek/2009/08/11/brk,20090811-192099,id.html
6 September 2009
Rektor Universitas Kristen Atmajaya Jakarta itu memaparkan peluang pemanfaatan teknologi nano pada kemasan dalam bentuk pemakaian partikel clay nano, yakni potongan-potongan partikel skala nano (seukuran sepermiliar meter) yang dapat disisipkan di seluruh lapisan kemasan pangan, seperti plastik.
Penggunaan partikel nano ini akan dapat memperbaiki bahan kemasan plastik yang saat ini lazim dipakai untuk melindungi produk makanan. Partikel ini, kata dia, dapat memperlambat oksigen, karbon dioksida, dan air (H2O) keluar atau masuk ke makanan, sehingga meningkatkan daya tahan produk tersebut.
Menurut Winarno, ada berbagai jenis partikel nano yang memiliki manfaat sesuai kebutuhan, seperti partikel nano yang antibakteri dan teknologi nano yang membuat kemasan dapat dimakan, yang dikenal sebagai food savety packaging.
Teknologi nano pada kemasan yang lebih maju lagi, kata dia, disebut kemasan pintar (smart packaging), karena kemasan tersebut mampu "melaporkan" perubahan suhu, kehadiran patogen, kesegaran, integritas dan kelembaban pangan bersangkutan.
"Pada kemasan itu ada semacam gambar yang akan berpendar bila makanan di dalamnya, misalnya, berubah suhunya atau sudah tidak segar lagi," kata Winarno. Hal ini akan membantu konsumen untuk tidak membeli produk yang sudah tidak segar lagi atau beracun.
Dalam kesempatan itu, Winarno juga memaparkan contoh-contoh produk yang sudah ada dan memakai teknologi nano, seperti peralatan yang dapat membersihkan diri sendiri atau menolak debu (nanoparticle dirt repelling) yang digunakan untuk kaca jendela dan pakaian. "Jadi, kaca jendela itu tak perlu dibersihkan lagi, karena bila ada angin yang menyentuhnya, dia akan langsung membersihkan dirinya (melepas debu pada kaca yang dilapisi partikel nano)," katanya.- 11 Agustus 2009
Sumber :
Kurniawan
http://www.tempointeraktif.com/hg/iptek/2009/08/11/brk,20090811-192099,id.html
6 September 2009
Kapan Impian Nanoteknologi Bisa Terwujud ?
Dana riset di Amerika Serikat terus melambung
Akhir-akhir ini nanoteknologi telah menjadi salah satu trend sains yang amat populer di dunia. Terutama di Amerika Serikat, saat ini telah tumbuh sekitar 30 pusat penelitian nanoteknologi yang tersebar di berbagai tempat, termasuk di dalam lingkungan universitas. Menjadi pertanyaan besar bagi orang awam, mampukan nanoteknologist memenuhi ambisinya dalam mencapai gol tujuannya.
Sejak pidato Presiden Amerika Serikat Bill Clinton tahun lalu, yang mencanangkan iptek skala nano sebagai satu topik riset prioritas tertinggi di Amerika Serikat, bidang ini terus tumbuh berkembang dengan pesat. Bersamaan dengan pidatonya, Bill Clinton membentuk NNI (The National Nanotechnology Initiative). Sejak itu dana-dana riset dengan jumlah besar meluncur ke peneliti di bidang nanosains dan nanoengineering. Tahun ini saja, anggaran riset nanoteknologi mencapai angka 422 juta US dolar. Jumlah ini naik tajam 56% dibanding dana riset nanoteknologi tahun 2000 yang lalu. Pihak NNI telah mencanangkan kenaikan kembali dana riset nanoteknologi ini sebesar 23% pada tahun 2002. Perlu diketahui presiden Amerika Serikat Bush sedang berusaha menekan dan memotong berbagai dana riset pada lembaga-lembaga riset milik pemerintah.
Dengan hadirnya dukungan dana yang besar, nanoteknologi telah menjadi satu disiplin baru dalam bidang iptek yang cukup energik dan mampu menghubungkan berbagai disiplin ilmu. Bahkan dalam hal anggaran dana riset, nanoteknologi mampu membayangi bidang riset lain yang memiliki jumlah riset yang cukup besar, yakni riset bidang biomedical dan hankam. Riset biomedical sedang sibuk mencari tahu mekanisme dan penyembuhan penyakit kanker, AIDS dan sebagainya, terakhir sampai ke arah kloning. Di lain pihak, riset hankam sibuk membuat senjata-senjata jenis baru. Lalu apa yang telah diperbuat oleh riset nanoteknologi dengan dana sebesar itu ?
Lucunya, banyak di antara ilmuwan yang dulunya menamakan dirinya sebagai material scientist atau chemist, sekarang justru ramai-ramai berpindah ke bidang baru yang berlimpah dana ini, dan serta merta mengubah status dirinya sebagai nanoteknologist. Kritik pedas disampaikan oleh majalah Scientific American edisi bulan ini. Menurut majalah tersebut, peneliti tinggal memikirkan material ukuran kecil (nano) yang terlihat sepintas useful, maka dengan mudah dana riset akan meluncur kepadanya.
Bisa jadi pada saat pencanangan NNI, perumpamaan yang diberikan oleh Clinton mengenai nanosains dan nanoengineering terlalu jauh melampaui batas kemampuan saat ini. Selain bidang nanoteknologi yang cakupannya memang luas, riset-riset dasar yang menunjang nanoteknologi masih terlalu baru Ibaratnya masih seperti bayi yang baru belajar berjalan. Editor majalah Scientific American mengatakan, kita masih butuh waktu 20 tahun lagi untuk mencapai ambisi nanoteknologist. Dalam laporan CRS (Congressional Research Service) tahun 2000 yang lalu, disebutkan bahwa nanoteknologi menjanjikan masa depan yang besar, namun cerita-cerita hyperbola yang sering disebut oleh nanoteknologist masih belum pas dengan keadaan sains saat ini. Disebutkan pula bahwa beberapa ilmuwan mengakui sendiri bahwa definisi dari nanoteknologi itu sendiri masih terlalu bias. Berbagai kritik dan saran menjadi catatan tersendiri bagi nanoteknologist, agar impian mereka benar-benar terwujud, tentu saja tidak sekedar impian sekecil nano.
Sumber :
Berita Iptek, dalam :
http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/berita/kapan-impian-nanoteknologi-bisa-terwujud/
6 September 2009
Akhir-akhir ini nanoteknologi telah menjadi salah satu trend sains yang amat populer di dunia. Terutama di Amerika Serikat, saat ini telah tumbuh sekitar 30 pusat penelitian nanoteknologi yang tersebar di berbagai tempat, termasuk di dalam lingkungan universitas. Menjadi pertanyaan besar bagi orang awam, mampukan nanoteknologist memenuhi ambisinya dalam mencapai gol tujuannya.
Sejak pidato Presiden Amerika Serikat Bill Clinton tahun lalu, yang mencanangkan iptek skala nano sebagai satu topik riset prioritas tertinggi di Amerika Serikat, bidang ini terus tumbuh berkembang dengan pesat. Bersamaan dengan pidatonya, Bill Clinton membentuk NNI (The National Nanotechnology Initiative). Sejak itu dana-dana riset dengan jumlah besar meluncur ke peneliti di bidang nanosains dan nanoengineering. Tahun ini saja, anggaran riset nanoteknologi mencapai angka 422 juta US dolar. Jumlah ini naik tajam 56% dibanding dana riset nanoteknologi tahun 2000 yang lalu. Pihak NNI telah mencanangkan kenaikan kembali dana riset nanoteknologi ini sebesar 23% pada tahun 2002. Perlu diketahui presiden Amerika Serikat Bush sedang berusaha menekan dan memotong berbagai dana riset pada lembaga-lembaga riset milik pemerintah.
Dengan hadirnya dukungan dana yang besar, nanoteknologi telah menjadi satu disiplin baru dalam bidang iptek yang cukup energik dan mampu menghubungkan berbagai disiplin ilmu. Bahkan dalam hal anggaran dana riset, nanoteknologi mampu membayangi bidang riset lain yang memiliki jumlah riset yang cukup besar, yakni riset bidang biomedical dan hankam. Riset biomedical sedang sibuk mencari tahu mekanisme dan penyembuhan penyakit kanker, AIDS dan sebagainya, terakhir sampai ke arah kloning. Di lain pihak, riset hankam sibuk membuat senjata-senjata jenis baru. Lalu apa yang telah diperbuat oleh riset nanoteknologi dengan dana sebesar itu ?
Lucunya, banyak di antara ilmuwan yang dulunya menamakan dirinya sebagai material scientist atau chemist, sekarang justru ramai-ramai berpindah ke bidang baru yang berlimpah dana ini, dan serta merta mengubah status dirinya sebagai nanoteknologist. Kritik pedas disampaikan oleh majalah Scientific American edisi bulan ini. Menurut majalah tersebut, peneliti tinggal memikirkan material ukuran kecil (nano) yang terlihat sepintas useful, maka dengan mudah dana riset akan meluncur kepadanya.
Bisa jadi pada saat pencanangan NNI, perumpamaan yang diberikan oleh Clinton mengenai nanosains dan nanoengineering terlalu jauh melampaui batas kemampuan saat ini. Selain bidang nanoteknologi yang cakupannya memang luas, riset-riset dasar yang menunjang nanoteknologi masih terlalu baru Ibaratnya masih seperti bayi yang baru belajar berjalan. Editor majalah Scientific American mengatakan, kita masih butuh waktu 20 tahun lagi untuk mencapai ambisi nanoteknologist. Dalam laporan CRS (Congressional Research Service) tahun 2000 yang lalu, disebutkan bahwa nanoteknologi menjanjikan masa depan yang besar, namun cerita-cerita hyperbola yang sering disebut oleh nanoteknologist masih belum pas dengan keadaan sains saat ini. Disebutkan pula bahwa beberapa ilmuwan mengakui sendiri bahwa definisi dari nanoteknologi itu sendiri masih terlalu bias. Berbagai kritik dan saran menjadi catatan tersendiri bagi nanoteknologist, agar impian mereka benar-benar terwujud, tentu saja tidak sekedar impian sekecil nano.
Sumber :
Berita Iptek, dalam :
http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/berita/kapan-impian-nanoteknologi-bisa-terwujud/
6 September 2009
Nanoteknologi, Peluang Atau Pilihan?
Istilah "nanoteknologi" akhir-akhir ini begitu populer di masyarakat. Teknologi itu bahkan menjadi tren riset dunia, khususnya di negara-negara maju. Eropa dan Amerika merupakan pelopor dalam investasi riset di bidang teknologi tersebut, diikuti Australia, Kanada dan negara-negara Asia, seperti Jepang, Korea, Taiwan, RRC dan Singapura.
Alokasi dana riset untuk keseluruhan negara-negara di Asia dalam bidang nanoteknologi mencapai satu miliar dolar AS yang mendekati total investasi keseluruhan negara-negara Eropa. Amerika menginvestasikan sekitar dua pertiga dari jumlah tersebut, yang hanya lebih besar sedikit dari jumlah yang diinvestasikan Jepang.
Jika demikian besar jumlah dananya, dapat dikatakan riset di bidang nanoteknologi tentu sangatlah potensial. Dan, teknologi itu memiliki prospek yang cerah di kemudian hari.
"Namun perlu diingat, suatu teknologi memiliki dampak, baik positif maupun negatif. Dampak-dampak tersebut selain berpengaruh pada segala sesuatu yang ada sebelum keberadaan teknologi itu, juga berpotensi untuk mengubah segala sesuatunya," kata Dr Rosari Saleh dari Lembaga Penelitian Universitas Indonesia (UI) dalam pidato ilmiahnya pada Dies Natalis UI ke-53, di kampus UI Depok, Sabtu (8/2).
Istilah nanoteknologi pertama kali dipopulerkan peneliti Jepang Norio Taniguchi pada tahun 1974 lalu. Nanoteknologi adalah teknologi yang mampu mengerjakan dengan ketepatan lebih kecil dari satu mikrometer (seperjuta meter). Pengertian yang terkandung dalam kata "nanoteknologi" yang berkembang saat ini lebih dari sekadar miniaturisasi dalam skala nanometer (sepermiliar meter), tetapi suatu istilah dari teknologi dengan aplikasi yang sangat luas melingkupi hampir di seluruh kehidupan manusia.
Kloning
Suatu nanoteknologi yang hingga saat ini masih menimbulkan kontroversi di masyarakat adalah kloning dan modifikasi genetika. Aplikasi bioteknologi dalam bidang genomik pada awalnya ditujukan untuk memperoleh organisme yang identik demi kepentingan riset dan produksi, seperti tanaman pangan dan hewan riset. Modifikasi gen dilakukan dengan memanipulasi kode genetik tumbuhan dan hewan serta merekayasa sifat-sifat tertentu dari kedua makhluk hidup tersebut agar diperoleh organisme yang lebih baik.
"Pengaruh dan dampak yang timbul dari bioteknologi untuk bidang genomik adalah kepemilikan dan privasi atas hasil pendataan gen. Analisis DNA dapat menimbulkan masalah privasi dan pemantauan yang berlebihan terhadap data DNA yang digunakan dalam penyelidikan kasus kriminal, penolakan klaim asuransi dan diskriminasi pegawai. Karena itu, perlu diatur kebijakan yang mengatur penggunaan data DNA dalam asuransi dan kepegawaian," ucapnya.
Kemajuan dalam mengetahui kemampuan kognitif dan kesehatan manusia secara genetika membantu pendidikan dan program penyembuhan, tetapi dapat disalahgunakan untuk mendiskriminasi manusia dengan keterbatasan tertentu dan memperuncing permasalahan sosial. "Modifikasi terhadap organisme juga dapat mengarah pada pembuatan senjata biologi," katanya.
Sedangkan aplikasi dalam bidang biomedik, kata Dr Rosari Saleh, digunakan untuk menghasilkan jaringan dan organ organik maupun tiruan. Kemajuan dalam merekayasa dan memperbaiki jaringan dan organ digunakan untuk mengganti bagi tubuh manusia dalam usaha mengatasi masalah kesehatan. Aplikasi therapi sel untuk mengganti sel-sel yang rusak pada otak atau organ tubuh manusia yang lain dilakukan dengan menggunakan sel yang terdapat pada awal pembentukan embrio atau jaringan janin. "Tentu saja riset di bidang ini menimbulkan perdebatan moral dan etika," katanya.
Dampak global dari tren riset dunia tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung akan melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia. Kehidupan dan budaya masyarakat Indonesia akan berubah dengan pengaruh teknologi-teknologi tersebut dalam semua segi kehidupan, baik sosial, politik, ekonomi, lingkungan etika maupun moral, terlepas dari pilihan negara untuk memilih maupun tidak memilih berpartisipasi dalam teknologi-teknologi tersebut.
"Tidak hanya universitas maupun lembaga riset yang menjadi "pemain utama" dalam perencanaan dan pengembangan suatu teknologi. Ada "pemain" lain yang turut berperan, yaitu industri, pemerintah, investor dan end-user. Universitas maupun institusi riset mengemban tanggungjawab untuk memberi informasi yang tepat tentang arah dan kebijakan riset yang baik dan bermanfaat bagi kemajuan dan kemakmuran suatu negara," tegas doktor lulusan Jerman itu.
Pengkajian terhadap dampaknya, para pakar ilmu sosial humaniora berperan penting dalam memilih dan memilah aplikasi teknologi yang akan berkembangkan di Indonesia. Karena, di samping dampak-dampak yang bersifat umum, terdapat dampak yang bersifat khusus untuk suatu negara yang bergantung pada situasi, kondisi dan sumber daya negara tersebut. Hal itu sesuai dengan amandemen keempat UUD 1945 Pasal 31 ayat 5 yang menyatakan bahwa "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."
"Dengan demikian jelaslah bahwa tidak semua teknologi, walaupun baik dan bermanfaat, dapat dikembangkan di Indonesia jika tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dipegang masyarakat," tegas Rosari Saleh.
Sumber :
Suara Karya Online, dalam :
http://www.nano.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1120777163
6 September 2009
Alokasi dana riset untuk keseluruhan negara-negara di Asia dalam bidang nanoteknologi mencapai satu miliar dolar AS yang mendekati total investasi keseluruhan negara-negara Eropa. Amerika menginvestasikan sekitar dua pertiga dari jumlah tersebut, yang hanya lebih besar sedikit dari jumlah yang diinvestasikan Jepang.
Jika demikian besar jumlah dananya, dapat dikatakan riset di bidang nanoteknologi tentu sangatlah potensial. Dan, teknologi itu memiliki prospek yang cerah di kemudian hari.
"Namun perlu diingat, suatu teknologi memiliki dampak, baik positif maupun negatif. Dampak-dampak tersebut selain berpengaruh pada segala sesuatu yang ada sebelum keberadaan teknologi itu, juga berpotensi untuk mengubah segala sesuatunya," kata Dr Rosari Saleh dari Lembaga Penelitian Universitas Indonesia (UI) dalam pidato ilmiahnya pada Dies Natalis UI ke-53, di kampus UI Depok, Sabtu (8/2).
Istilah nanoteknologi pertama kali dipopulerkan peneliti Jepang Norio Taniguchi pada tahun 1974 lalu. Nanoteknologi adalah teknologi yang mampu mengerjakan dengan ketepatan lebih kecil dari satu mikrometer (seperjuta meter). Pengertian yang terkandung dalam kata "nanoteknologi" yang berkembang saat ini lebih dari sekadar miniaturisasi dalam skala nanometer (sepermiliar meter), tetapi suatu istilah dari teknologi dengan aplikasi yang sangat luas melingkupi hampir di seluruh kehidupan manusia.
Kloning
Suatu nanoteknologi yang hingga saat ini masih menimbulkan kontroversi di masyarakat adalah kloning dan modifikasi genetika. Aplikasi bioteknologi dalam bidang genomik pada awalnya ditujukan untuk memperoleh organisme yang identik demi kepentingan riset dan produksi, seperti tanaman pangan dan hewan riset. Modifikasi gen dilakukan dengan memanipulasi kode genetik tumbuhan dan hewan serta merekayasa sifat-sifat tertentu dari kedua makhluk hidup tersebut agar diperoleh organisme yang lebih baik.
"Pengaruh dan dampak yang timbul dari bioteknologi untuk bidang genomik adalah kepemilikan dan privasi atas hasil pendataan gen. Analisis DNA dapat menimbulkan masalah privasi dan pemantauan yang berlebihan terhadap data DNA yang digunakan dalam penyelidikan kasus kriminal, penolakan klaim asuransi dan diskriminasi pegawai. Karena itu, perlu diatur kebijakan yang mengatur penggunaan data DNA dalam asuransi dan kepegawaian," ucapnya.
Kemajuan dalam mengetahui kemampuan kognitif dan kesehatan manusia secara genetika membantu pendidikan dan program penyembuhan, tetapi dapat disalahgunakan untuk mendiskriminasi manusia dengan keterbatasan tertentu dan memperuncing permasalahan sosial. "Modifikasi terhadap organisme juga dapat mengarah pada pembuatan senjata biologi," katanya.
Sedangkan aplikasi dalam bidang biomedik, kata Dr Rosari Saleh, digunakan untuk menghasilkan jaringan dan organ organik maupun tiruan. Kemajuan dalam merekayasa dan memperbaiki jaringan dan organ digunakan untuk mengganti bagi tubuh manusia dalam usaha mengatasi masalah kesehatan. Aplikasi therapi sel untuk mengganti sel-sel yang rusak pada otak atau organ tubuh manusia yang lain dilakukan dengan menggunakan sel yang terdapat pada awal pembentukan embrio atau jaringan janin. "Tentu saja riset di bidang ini menimbulkan perdebatan moral dan etika," katanya.
Dampak global dari tren riset dunia tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung akan melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia. Kehidupan dan budaya masyarakat Indonesia akan berubah dengan pengaruh teknologi-teknologi tersebut dalam semua segi kehidupan, baik sosial, politik, ekonomi, lingkungan etika maupun moral, terlepas dari pilihan negara untuk memilih maupun tidak memilih berpartisipasi dalam teknologi-teknologi tersebut.
"Tidak hanya universitas maupun lembaga riset yang menjadi "pemain utama" dalam perencanaan dan pengembangan suatu teknologi. Ada "pemain" lain yang turut berperan, yaitu industri, pemerintah, investor dan end-user. Universitas maupun institusi riset mengemban tanggungjawab untuk memberi informasi yang tepat tentang arah dan kebijakan riset yang baik dan bermanfaat bagi kemajuan dan kemakmuran suatu negara," tegas doktor lulusan Jerman itu.
Pengkajian terhadap dampaknya, para pakar ilmu sosial humaniora berperan penting dalam memilih dan memilah aplikasi teknologi yang akan berkembangkan di Indonesia. Karena, di samping dampak-dampak yang bersifat umum, terdapat dampak yang bersifat khusus untuk suatu negara yang bergantung pada situasi, kondisi dan sumber daya negara tersebut. Hal itu sesuai dengan amandemen keempat UUD 1945 Pasal 31 ayat 5 yang menyatakan bahwa "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."
"Dengan demikian jelaslah bahwa tidak semua teknologi, walaupun baik dan bermanfaat, dapat dikembangkan di Indonesia jika tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dipegang masyarakat," tegas Rosari Saleh.
Sumber :
Suara Karya Online, dalam :
http://www.nano.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1120777163
6 September 2009
Perkembangan Riset Nanoteknologi Hampir Matang
Perkembangan riset di bidang nanoteknologi sudah hampir mencapai tingkat kematangan. "Pada 2020 riset di bidang nanoteknologi sudah selesai, tinggal aplikasinya," kata Nurul Taufiqu Rochman, Ketua Masyarakat Nano Indonesia, di sela-sela seminar "Nanoteknologi bagi Industri Pangan, Minuman, Farmasi dan Kosmetik" di IPB International Convention Center, Bogor, hari ini.
"Pada saat itu," katanya, "tak ada lagi yang bisa kita teliti karena semua sudah diteliti dan bahkan dipatenkan oleh para ilmuwan di negara lain."
Salah satu kendala dalam pengembangan riset nanoteknologi atau rekayasa molekul nanomolekuler di Indonesia, kata peneliti nanoteknologi di Puspitek LIPI itu, adalah masalah informasi, yakni belum meluasnya pengetahuan mengenai bidang ini di masyarakat dan lembaga pemerintahan dan swasta.
"Kami sering memberi rekomendasi (untuk pengembangan dan penyebaran informasi) tapi kurang ditindaklanjuti," kata Nurul di sela-sela seminar yang digelar Embrio Biotekindo, laboratorium pangan berbasis di Bogor.
Padahal, kata dia, Indonesia kaya akan bahan dasar pengembangannya, seperti ragam flora, fauna dan mineral tambang.
Selain itu, kata Nurul, ada kesalahan pandangan bahwa nanoteknologi itu adalah teknologi tinggi yang mahal, padahal teknologinya sederhana dan tergolong murah, sehingga saat ini banyak lembaga riset nano di dunia yang justru berskala kecil atau mirip industri rumahan.
Teknologi nano, kata dia, juga bukan barang yang sama sekali baru bagi masyarakat. Banyak produk sehari-hari yang memakainya, seperti krim pemutih, bedak pelindung sinar matahari dan minuman suplemen. Dengan teknologi nano, misalnya, katanya, krim pelindung sinar matahari dapat tampak tembus pandang, karena pelindungnya dalam skala nano yang tak tampak dengan mata telanjang.
Nurul dan para peneliti di Puspitek telah membuat berbagai macam alat untuk membuat partikel nano. Alat-alat ini kadang digunakan berbagai lembaga riset nanoteknologi di kampus-kampus. Mereka juga kerap mengadakan workshop untuk para peneliti dan pengusaha serta untuk anak-anak.
Meski begitu, kata Nurul, riset nanoteknologi di Indonesia berkembang cukup baik. "Dalam lima tahun terakhir sudah tumbuh 100 hingga 150 pusat riset nanoteknologi di universitas dan berbagai lembaga pemerintah dan swasta," katanya. - 11 Agustus 2009
Sumber :
Kurniawan,
http://www.tempointeraktif.com/hg/iptek/2009/08/11/brk,20090811-192093,id.html
6 September 2009
"Pada saat itu," katanya, "tak ada lagi yang bisa kita teliti karena semua sudah diteliti dan bahkan dipatenkan oleh para ilmuwan di negara lain."
Salah satu kendala dalam pengembangan riset nanoteknologi atau rekayasa molekul nanomolekuler di Indonesia, kata peneliti nanoteknologi di Puspitek LIPI itu, adalah masalah informasi, yakni belum meluasnya pengetahuan mengenai bidang ini di masyarakat dan lembaga pemerintahan dan swasta.
"Kami sering memberi rekomendasi (untuk pengembangan dan penyebaran informasi) tapi kurang ditindaklanjuti," kata Nurul di sela-sela seminar yang digelar Embrio Biotekindo, laboratorium pangan berbasis di Bogor.
Padahal, kata dia, Indonesia kaya akan bahan dasar pengembangannya, seperti ragam flora, fauna dan mineral tambang.
Selain itu, kata Nurul, ada kesalahan pandangan bahwa nanoteknologi itu adalah teknologi tinggi yang mahal, padahal teknologinya sederhana dan tergolong murah, sehingga saat ini banyak lembaga riset nano di dunia yang justru berskala kecil atau mirip industri rumahan.
Teknologi nano, kata dia, juga bukan barang yang sama sekali baru bagi masyarakat. Banyak produk sehari-hari yang memakainya, seperti krim pemutih, bedak pelindung sinar matahari dan minuman suplemen. Dengan teknologi nano, misalnya, katanya, krim pelindung sinar matahari dapat tampak tembus pandang, karena pelindungnya dalam skala nano yang tak tampak dengan mata telanjang.
Nurul dan para peneliti di Puspitek telah membuat berbagai macam alat untuk membuat partikel nano. Alat-alat ini kadang digunakan berbagai lembaga riset nanoteknologi di kampus-kampus. Mereka juga kerap mengadakan workshop untuk para peneliti dan pengusaha serta untuk anak-anak.
Meski begitu, kata Nurul, riset nanoteknologi di Indonesia berkembang cukup baik. "Dalam lima tahun terakhir sudah tumbuh 100 hingga 150 pusat riset nanoteknologi di universitas dan berbagai lembaga pemerintah dan swasta," katanya. - 11 Agustus 2009
Sumber :
Kurniawan,
http://www.tempointeraktif.com/hg/iptek/2009/08/11/brk,20090811-192093,id.html
6 September 2009
Berita Nano Teknologi Di Indonesia
Nanokomposit
Digunakan pada plastik, dipelopori oleh pabrik mobil General Motor dan Toyota. Plastik akan lebih tahan gores, ringan-kuat, sehingga mengurangi beban mobil dan mengurangi biaya bahan bakar, umur pemakaian lebih panjang. Toyota telah mempergunakan sejak 2001 untuk bumper, dapat mengurangi berat hingga 60% dan dua kali lebih tahan benturan dan gores. Industri transportasi akan dapat menarik keuntungan dari penggunaan nanokomposit ini. Nanoclay dapat meningkatkan ketahanan akan permeabilitas sehingga bagus untuk penggunaan pengemas makanan dan minuman. Selain itu nanoclay juga dapat dipergunakan untuk mengurangi kemudahan plastik untuk terbakar. Nanoclay dilapisi dengan butyl rubber membuat bola tennis lebih memantul dan tahan lama.
Nanokristal
Logam nanokristal mempunyai kekuatan mekanik lebih tinggi, lebih tahan gores, sehingga dapat digunakan sebagai ‘bearing’ atau alat lain seperti komponen kompoter, sensor dan lainnya. Kekerasan logam meningkat dua hingga tiga kali lipat. Nano kristal juga dapat mengabsorb dan memancarkan cahaya dengan berbeda warna (Quantum DotTM). Nanosilver telah dipasarkan, dapat dimasukkan kedalam polimer, tekstil, dapat membunuh bakteri dalam waktu 30 menit. Nano kristal dapat mengabsorb cahaya matahari lebih bagus sehingga dapat dipergunakan untuk alat potovoltaik.
Nanopartkel
Dipergunakan pencegah kotor pada pakaian dimana pada permukaan direkatkan bulu-bulu dengan ukuran nano sehingga mirip permukaan daun talas. Polimer ukuran nano mulai dari 10 nm hingga 100 nm dipergunakan untuk cat tembok luar, perekat, pelapis kertas, pelapis kain, juga kosmetik sebagau penahan sinar UV. Penahan cahaya matahari juga merupakan contoh penggunaan nanopartikel. Karena ukuran yang kecil sehingga mudah didespersikan dan mengabsurb sinar UV. Penggunaan penahan cahaya ini sangat luas di Australia hingga menguasai pasar 60%. Nanopartikel alumunium dipergunakan untuk campuran propelan (bahan bakar) dapat mempercepat pembakaran hingga dua kali lipat. Nano tembaga dicampurkan minyak pelumas untuk mencegah keausan mesin. Nano kalsium dan posfat komposit dipergunakan sebagai tulang sintetis sebagai penggan tulang manusia.
Bahan nanostruktur
Nanodyne membuat logam paduan dengan sintering komposit bubuk dari Tunsten-karbida-kobalt yang mempunyai ukuran partikel 15 nm. Diperoleh bahan mempunyai kekerasan sama dengan intan dan dipergunakan untuk alat pemotong, bor, bahan mesin jet, bahan tahan peluru. Kodak memproduksi OLED (‘organic light emitting diode’) layar berwarna sehingga memungkinkan diperolehnya layar yang lebih tipis, lentur, kurang konsumsi enerji untuk layar komputer, telepon genggam, televisi dan alinnya. OLED diharapkan dapat menggantikan Tabung TV, LCD (liquid crystal display).
Nanotubes
Mirip dengan serat mempunyai diameter beberapa nanometer, sangat kuat, bersifat kondukto, dapaty pejal atau beronggar. Carbon nano tube berdasarkan emisi elektron dapat dipergunakan pula untuk layar monitor monokrom. Dari BBC News dilaporkan: riset sedang dikembangkan nanotube dengan lebar separuh molekul DNA dipergunakan untuk menyalurkan cahaya ‘near-infra red’ dari laser ke sel kanker. Kemudian jaringan kangker dipanaskan dengan cahaya tersebut hingga 70 oC dalam waktu 2 menit dan sel menjadi rusak. Jika berhasil cara ini akan menggantikan penggunaan kemoterapi yang merontokan rambut.
Nanokatalis
Katalis skala nano berbasis gel dapat dipergunakan untuk mencairkan batu bara yang kemudian dijadikan minyak disel, bensin. Cara ini disukai karena dapat mengurangi kadar belerang pada penggunaan batubara. Ukuran nano mempunyai permukaan yang sangat luas. Sehingga sangat efektif, murah untuk dipakai sebagai katalis konverter pada mobil.
Nanofilter
Serat alumina ukuran nano dapat dipakai untuk menyaring partikel ukuran sangat kecil, 99,9999% virus dengan kecepatan aliran beberapa ratus kali lebih besar dibanding membran ultra filtrasi. Sehingga air minum tidak memerlukan sterilalisasi lagi.
Sumber : (www.nanotech-now.com- Current Uses)
Indonesia
Beberapa industri telah mempergunakan bahan nano partikel atau berusaha untuk memproduksinya. Ukuran partikel pada umumnya masih sekitar 300 nm. Karbon black telah lama dipergunakan oleh industri karet atau ban. Titanium oksida dengan ukuran yang sama untuk industri kertas, cat tembok, pipa plastik. Kalsium karbonat, silika dipergunakan untuk filer tinta, dan industri plastik.
Produk nanosilver (perak) dengan ukuran yang lebih kecil antara 10-100 nm, telah masuk di Indonesia sebagai produk anti mikroba Produk telah beredar dalam bentuk cat tembok luar, wadah makanan plastik, sikat gigi, plester, dan baju dalam.
Riset telah dilakukan sendiri-sendiri di universitas dan lembaga riset negara lebih awal. Seminar tetntang nanoteknologi juga telah diadakana diberbagai tempat. Web site masyarakat naono teknologi di Indonesia dapat di klik di www.nano.lipi.go.id. Mulai dari tahun 2005 pemerintah melalui Kementerian Negara Riset dan Teknologi memberikan bantuan dana untuk riset bidang nano teknologi
Aktifitas Nanoteknologi di berbagai lembaga:
FT UI akan mengembangkan alat sensor nano, melakukan studi nano komposit magnit dan bahan struktur nano. Bersama dengan P2F LIPI membuat disain planetary ball mill untuk membuat bahan nano partikel.
ITB, Dep Fisika mempunyai potensi untuk membuat lapisan nano pada bahan magnit dalam bentuk Quantum Dot partikel nano silika. Dep Fisika Teknik mengembangkan pembuatan nano silika dengan metoda sol-gel.
UGM, Dep Kimia mempunyai potensi membuat bahan katalis nano.
UPH Universitas Pelita Hrapan,di Karawaci, Tangerang, mempunyai pusat penelitian nanoteknologi dan bioteknologi.
LIPI, P2F membuat baja partikel nano dengan metoda ‘mechanical alloying’, juga mampu membuat bahan silika nano partikel untuk bahan bangunan dan mempersiapkan lapisan tipis dengan ‘sputtering’. PPET sedang mendisain sensor seperti LED, CO2, biosensor untuk mengontrol gula dalam darah.
BATAN, P2TBDU mengembangkan teknologi pelapisan grafit pada struktur untuk menjadi pelumas padat. P3IB sedang mengembangkan bahan fero magnetik untuk agen kontras MRI, dan nanokomposit NdFeB. P3TIR sedang membuat bio-material hydroxyapatite (HAp) sebagai bahan biokompatibel untuk mengganti bahan gigi dan tulang manusia.
BPPT, P3TM mengembangkan nano komposit, keramik, dan bahan biokompatibel. STP mengembangkan nano komposit berbasis tanah liat dengan polimer.
Beberapa industri mengembangkan bahan ukuran nano untuk silika dan kalsium karbonat.
Pada tahun anggaran 2005 KMNRT mempunyai progran dukungan non-insentive dibidang nano teknologi. Program ini ditawarkan nano teknologi pada kelompok peneliti Indonesia untuk mengajukan usulan penelitian. Pada tahun anggaran 2006 pemerintah menyediakan dana dengan lebih dari 750 juta.. Lima topik judul penelitian disetujui untuk mendapatkan dana setelah dilakukan seleksi dari 35 pengusul. Kelompok peneliti yang diterima untuk mendapatkan dana adalah Fisika LIPI dengan topik Pengembangan Prototipe Alat Pembuatan Nano Partikel, Elektronika LIPI dengan topik Pengembangan Penyusunan Prototipe Alat Mikro, BATAN dan ITS dengan topik Pengembangan Bahan ‘Coating’, UGM dengan topik Penyusunan Prototipe Bahan –Bio/Kompatibel Biomaterial, BPPT dan UI dengan topik Penyusunan Prototipe Komposit/Polimer/Katalis.
Pada saat ini produk yang sudah ada dipasaran hingga saat ini adalah: nano silver, carbon black (300 nm), silika (300 nm), TiO2 (300 nm), Nanotube, Nanoclay dan mungkin segera produk lainnya.
Sumber :
Johan Nasiri, 06-06-06
http://www.sentrapolimer.com/index.php?option=com_content&task=view&id=22&Itemid=50
6 September 2009
Digunakan pada plastik, dipelopori oleh pabrik mobil General Motor dan Toyota. Plastik akan lebih tahan gores, ringan-kuat, sehingga mengurangi beban mobil dan mengurangi biaya bahan bakar, umur pemakaian lebih panjang. Toyota telah mempergunakan sejak 2001 untuk bumper, dapat mengurangi berat hingga 60% dan dua kali lebih tahan benturan dan gores. Industri transportasi akan dapat menarik keuntungan dari penggunaan nanokomposit ini. Nanoclay dapat meningkatkan ketahanan akan permeabilitas sehingga bagus untuk penggunaan pengemas makanan dan minuman. Selain itu nanoclay juga dapat dipergunakan untuk mengurangi kemudahan plastik untuk terbakar. Nanoclay dilapisi dengan butyl rubber membuat bola tennis lebih memantul dan tahan lama.
Nanokristal
Logam nanokristal mempunyai kekuatan mekanik lebih tinggi, lebih tahan gores, sehingga dapat digunakan sebagai ‘bearing’ atau alat lain seperti komponen kompoter, sensor dan lainnya. Kekerasan logam meningkat dua hingga tiga kali lipat. Nano kristal juga dapat mengabsorb dan memancarkan cahaya dengan berbeda warna (Quantum DotTM). Nanosilver telah dipasarkan, dapat dimasukkan kedalam polimer, tekstil, dapat membunuh bakteri dalam waktu 30 menit. Nano kristal dapat mengabsorb cahaya matahari lebih bagus sehingga dapat dipergunakan untuk alat potovoltaik.
Nanopartkel
Dipergunakan pencegah kotor pada pakaian dimana pada permukaan direkatkan bulu-bulu dengan ukuran nano sehingga mirip permukaan daun talas. Polimer ukuran nano mulai dari 10 nm hingga 100 nm dipergunakan untuk cat tembok luar, perekat, pelapis kertas, pelapis kain, juga kosmetik sebagau penahan sinar UV. Penahan cahaya matahari juga merupakan contoh penggunaan nanopartikel. Karena ukuran yang kecil sehingga mudah didespersikan dan mengabsurb sinar UV. Penggunaan penahan cahaya ini sangat luas di Australia hingga menguasai pasar 60%. Nanopartikel alumunium dipergunakan untuk campuran propelan (bahan bakar) dapat mempercepat pembakaran hingga dua kali lipat. Nano tembaga dicampurkan minyak pelumas untuk mencegah keausan mesin. Nano kalsium dan posfat komposit dipergunakan sebagai tulang sintetis sebagai penggan tulang manusia.
Bahan nanostruktur
Nanodyne membuat logam paduan dengan sintering komposit bubuk dari Tunsten-karbida-kobalt yang mempunyai ukuran partikel 15 nm. Diperoleh bahan mempunyai kekerasan sama dengan intan dan dipergunakan untuk alat pemotong, bor, bahan mesin jet, bahan tahan peluru. Kodak memproduksi OLED (‘organic light emitting diode’) layar berwarna sehingga memungkinkan diperolehnya layar yang lebih tipis, lentur, kurang konsumsi enerji untuk layar komputer, telepon genggam, televisi dan alinnya. OLED diharapkan dapat menggantikan Tabung TV, LCD (liquid crystal display).
Nanotubes
Mirip dengan serat mempunyai diameter beberapa nanometer, sangat kuat, bersifat kondukto, dapaty pejal atau beronggar. Carbon nano tube berdasarkan emisi elektron dapat dipergunakan pula untuk layar monitor monokrom. Dari BBC News dilaporkan: riset sedang dikembangkan nanotube dengan lebar separuh molekul DNA dipergunakan untuk menyalurkan cahaya ‘near-infra red’ dari laser ke sel kanker. Kemudian jaringan kangker dipanaskan dengan cahaya tersebut hingga 70 oC dalam waktu 2 menit dan sel menjadi rusak. Jika berhasil cara ini akan menggantikan penggunaan kemoterapi yang merontokan rambut.
Nanokatalis
Katalis skala nano berbasis gel dapat dipergunakan untuk mencairkan batu bara yang kemudian dijadikan minyak disel, bensin. Cara ini disukai karena dapat mengurangi kadar belerang pada penggunaan batubara. Ukuran nano mempunyai permukaan yang sangat luas. Sehingga sangat efektif, murah untuk dipakai sebagai katalis konverter pada mobil.
Nanofilter
Serat alumina ukuran nano dapat dipakai untuk menyaring partikel ukuran sangat kecil, 99,9999% virus dengan kecepatan aliran beberapa ratus kali lebih besar dibanding membran ultra filtrasi. Sehingga air minum tidak memerlukan sterilalisasi lagi.
Sumber : (www.nanotech-now.com- Current Uses)
Indonesia
Beberapa industri telah mempergunakan bahan nano partikel atau berusaha untuk memproduksinya. Ukuran partikel pada umumnya masih sekitar 300 nm. Karbon black telah lama dipergunakan oleh industri karet atau ban. Titanium oksida dengan ukuran yang sama untuk industri kertas, cat tembok, pipa plastik. Kalsium karbonat, silika dipergunakan untuk filer tinta, dan industri plastik.
Produk nanosilver (perak) dengan ukuran yang lebih kecil antara 10-100 nm, telah masuk di Indonesia sebagai produk anti mikroba Produk telah beredar dalam bentuk cat tembok luar, wadah makanan plastik, sikat gigi, plester, dan baju dalam.
Riset telah dilakukan sendiri-sendiri di universitas dan lembaga riset negara lebih awal. Seminar tetntang nanoteknologi juga telah diadakana diberbagai tempat. Web site masyarakat naono teknologi di Indonesia dapat di klik di www.nano.lipi.go.id. Mulai dari tahun 2005 pemerintah melalui Kementerian Negara Riset dan Teknologi memberikan bantuan dana untuk riset bidang nano teknologi
Aktifitas Nanoteknologi di berbagai lembaga:
FT UI akan mengembangkan alat sensor nano, melakukan studi nano komposit magnit dan bahan struktur nano. Bersama dengan P2F LIPI membuat disain planetary ball mill untuk membuat bahan nano partikel.
ITB, Dep Fisika mempunyai potensi untuk membuat lapisan nano pada bahan magnit dalam bentuk Quantum Dot partikel nano silika. Dep Fisika Teknik mengembangkan pembuatan nano silika dengan metoda sol-gel.
UGM, Dep Kimia mempunyai potensi membuat bahan katalis nano.
UPH Universitas Pelita Hrapan,di Karawaci, Tangerang, mempunyai pusat penelitian nanoteknologi dan bioteknologi.
LIPI, P2F membuat baja partikel nano dengan metoda ‘mechanical alloying’, juga mampu membuat bahan silika nano partikel untuk bahan bangunan dan mempersiapkan lapisan tipis dengan ‘sputtering’. PPET sedang mendisain sensor seperti LED, CO2, biosensor untuk mengontrol gula dalam darah.
BATAN, P2TBDU mengembangkan teknologi pelapisan grafit pada struktur untuk menjadi pelumas padat. P3IB sedang mengembangkan bahan fero magnetik untuk agen kontras MRI, dan nanokomposit NdFeB. P3TIR sedang membuat bio-material hydroxyapatite (HAp) sebagai bahan biokompatibel untuk mengganti bahan gigi dan tulang manusia.
BPPT, P3TM mengembangkan nano komposit, keramik, dan bahan biokompatibel. STP mengembangkan nano komposit berbasis tanah liat dengan polimer.
Beberapa industri mengembangkan bahan ukuran nano untuk silika dan kalsium karbonat.
Pada tahun anggaran 2005 KMNRT mempunyai progran dukungan non-insentive dibidang nano teknologi. Program ini ditawarkan nano teknologi pada kelompok peneliti Indonesia untuk mengajukan usulan penelitian. Pada tahun anggaran 2006 pemerintah menyediakan dana dengan lebih dari 750 juta.. Lima topik judul penelitian disetujui untuk mendapatkan dana setelah dilakukan seleksi dari 35 pengusul. Kelompok peneliti yang diterima untuk mendapatkan dana adalah Fisika LIPI dengan topik Pengembangan Prototipe Alat Pembuatan Nano Partikel, Elektronika LIPI dengan topik Pengembangan Penyusunan Prototipe Alat Mikro, BATAN dan ITS dengan topik Pengembangan Bahan ‘Coating’, UGM dengan topik Penyusunan Prototipe Bahan –Bio/Kompatibel Biomaterial, BPPT dan UI dengan topik Penyusunan Prototipe Komposit/Polimer/Katalis.
Pada saat ini produk yang sudah ada dipasaran hingga saat ini adalah: nano silver, carbon black (300 nm), silika (300 nm), TiO2 (300 nm), Nanotube, Nanoclay dan mungkin segera produk lainnya.
Sumber :
Johan Nasiri, 06-06-06
http://www.sentrapolimer.com/index.php?option=com_content&task=view&id=22&Itemid=50
6 September 2009
Nanoteknologi
Nanoteknologi mencakup pengembangan teknologi dalam skala nanometer, biasanya 0,1 sampai 100 nm (satu nanometer sama dengan seperseribu mikrometer atau sepersejuta milimeter). Istilah ini kadangkala diterapkan ke teknologi sangat kecil. Artikel ini membahas nanoteknologi, ilmu nano, dan nanoteknologi molekular "conjecture".
Istilah nanoteknologi kadangkala disamakan dengan nanoteknologi molekul (juga dikenal sebagai "MNT"), sebuah conjecture bentuk tinggi nanoteknologi dipercayai oleh beberapa dapat dicapai dalam waktu dekat di masa depan, berdasarkan nanosistem yang produktif. Nanoteknologi molekul akan memproduksi struktur tepat menggunakan mechanosynthesis untuk melakukan produksi molekul. Nanoteknologi molekul, meskipun belum ada, dipromosikan oleh para pendukungnya nantinya akan memiliki dampak yang besar dalam masyarakat bila benar-benar terjadi. Perdebatan sekarang apakah nanoteknologi molekul akan dikembangkan dapat dilihat di weblog Richard Jones dan situs lainnya yang disebut di sana.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Nanoteknologi
6 September 2009
Istilah nanoteknologi kadangkala disamakan dengan nanoteknologi molekul (juga dikenal sebagai "MNT"), sebuah conjecture bentuk tinggi nanoteknologi dipercayai oleh beberapa dapat dicapai dalam waktu dekat di masa depan, berdasarkan nanosistem yang produktif. Nanoteknologi molekul akan memproduksi struktur tepat menggunakan mechanosynthesis untuk melakukan produksi molekul. Nanoteknologi molekul, meskipun belum ada, dipromosikan oleh para pendukungnya nantinya akan memiliki dampak yang besar dalam masyarakat bila benar-benar terjadi. Perdebatan sekarang apakah nanoteknologi molekul akan dikembangkan dapat dilihat di weblog Richard Jones dan situs lainnya yang disebut di sana.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Nanoteknologi
6 September 2009
Langganan:
Postingan (Atom)