Istilah "nanoteknologi" akhir-akhir ini begitu populer di masyarakat. Teknologi itu bahkan menjadi tren riset dunia, khususnya di negara-negara maju. Eropa dan Amerika merupakan pelopor dalam investasi riset di bidang teknologi tersebut, diikuti Australia, Kanada dan negara-negara Asia, seperti Jepang, Korea, Taiwan, RRC dan Singapura.
Alokasi dana riset untuk keseluruhan negara-negara di Asia dalam bidang nanoteknologi mencapai satu miliar dolar AS yang mendekati total investasi keseluruhan negara-negara Eropa. Amerika menginvestasikan sekitar dua pertiga dari jumlah tersebut, yang hanya lebih besar sedikit dari jumlah yang diinvestasikan Jepang.
Jika demikian besar jumlah dananya, dapat dikatakan riset di bidang nanoteknologi tentu sangatlah potensial. Dan, teknologi itu memiliki prospek yang cerah di kemudian hari.
"Namun perlu diingat, suatu teknologi memiliki dampak, baik positif maupun negatif. Dampak-dampak tersebut selain berpengaruh pada segala sesuatu yang ada sebelum keberadaan teknologi itu, juga berpotensi untuk mengubah segala sesuatunya," kata Dr Rosari Saleh dari Lembaga Penelitian Universitas Indonesia (UI) dalam pidato ilmiahnya pada Dies Natalis UI ke-53, di kampus UI Depok, Sabtu (8/2).
Istilah nanoteknologi pertama kali dipopulerkan peneliti Jepang Norio Taniguchi pada tahun 1974 lalu. Nanoteknologi adalah teknologi yang mampu mengerjakan dengan ketepatan lebih kecil dari satu mikrometer (seperjuta meter). Pengertian yang terkandung dalam kata "nanoteknologi" yang berkembang saat ini lebih dari sekadar miniaturisasi dalam skala nanometer (sepermiliar meter), tetapi suatu istilah dari teknologi dengan aplikasi yang sangat luas melingkupi hampir di seluruh kehidupan manusia.
Kloning
Suatu nanoteknologi yang hingga saat ini masih menimbulkan kontroversi di masyarakat adalah kloning dan modifikasi genetika. Aplikasi bioteknologi dalam bidang genomik pada awalnya ditujukan untuk memperoleh organisme yang identik demi kepentingan riset dan produksi, seperti tanaman pangan dan hewan riset. Modifikasi gen dilakukan dengan memanipulasi kode genetik tumbuhan dan hewan serta merekayasa sifat-sifat tertentu dari kedua makhluk hidup tersebut agar diperoleh organisme yang lebih baik.
"Pengaruh dan dampak yang timbul dari bioteknologi untuk bidang genomik adalah kepemilikan dan privasi atas hasil pendataan gen. Analisis DNA dapat menimbulkan masalah privasi dan pemantauan yang berlebihan terhadap data DNA yang digunakan dalam penyelidikan kasus kriminal, penolakan klaim asuransi dan diskriminasi pegawai. Karena itu, perlu diatur kebijakan yang mengatur penggunaan data DNA dalam asuransi dan kepegawaian," ucapnya.
Kemajuan dalam mengetahui kemampuan kognitif dan kesehatan manusia secara genetika membantu pendidikan dan program penyembuhan, tetapi dapat disalahgunakan untuk mendiskriminasi manusia dengan keterbatasan tertentu dan memperuncing permasalahan sosial. "Modifikasi terhadap organisme juga dapat mengarah pada pembuatan senjata biologi," katanya.
Sedangkan aplikasi dalam bidang biomedik, kata Dr Rosari Saleh, digunakan untuk menghasilkan jaringan dan organ organik maupun tiruan. Kemajuan dalam merekayasa dan memperbaiki jaringan dan organ digunakan untuk mengganti bagi tubuh manusia dalam usaha mengatasi masalah kesehatan. Aplikasi therapi sel untuk mengganti sel-sel yang rusak pada otak atau organ tubuh manusia yang lain dilakukan dengan menggunakan sel yang terdapat pada awal pembentukan embrio atau jaringan janin. "Tentu saja riset di bidang ini menimbulkan perdebatan moral dan etika," katanya.
Dampak global dari tren riset dunia tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung akan melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia. Kehidupan dan budaya masyarakat Indonesia akan berubah dengan pengaruh teknologi-teknologi tersebut dalam semua segi kehidupan, baik sosial, politik, ekonomi, lingkungan etika maupun moral, terlepas dari pilihan negara untuk memilih maupun tidak memilih berpartisipasi dalam teknologi-teknologi tersebut.
"Tidak hanya universitas maupun lembaga riset yang menjadi "pemain utama" dalam perencanaan dan pengembangan suatu teknologi. Ada "pemain" lain yang turut berperan, yaitu industri, pemerintah, investor dan end-user. Universitas maupun institusi riset mengemban tanggungjawab untuk memberi informasi yang tepat tentang arah dan kebijakan riset yang baik dan bermanfaat bagi kemajuan dan kemakmuran suatu negara," tegas doktor lulusan Jerman itu.
Pengkajian terhadap dampaknya, para pakar ilmu sosial humaniora berperan penting dalam memilih dan memilah aplikasi teknologi yang akan berkembangkan di Indonesia. Karena, di samping dampak-dampak yang bersifat umum, terdapat dampak yang bersifat khusus untuk suatu negara yang bergantung pada situasi, kondisi dan sumber daya negara tersebut. Hal itu sesuai dengan amandemen keempat UUD 1945 Pasal 31 ayat 5 yang menyatakan bahwa "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."
"Dengan demikian jelaslah bahwa tidak semua teknologi, walaupun baik dan bermanfaat, dapat dikembangkan di Indonesia jika tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dipegang masyarakat," tegas Rosari Saleh.
Sumber :
Suara Karya Online, dalam :
http://www.nano.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1120777163
6 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar